TEMPO.CO, Jakarta - Di ruang bawah tanah di pusat kota Kyiv akhir bulan lalu, jauh dari mata-mata, ratusan insinyur dan inovator bertemu dengan pejabat militer senior untuk bertukar pikiran tentang cara menjinakkan drone bunuh diri murah Rusia yang masih menghancurkan kota-kota Ukraina.
Demikianlah pandangan dekat yang langka tentang perlombaan senjata teknologi Ukraina dengan Rusia yang mengacu pada inovasi sektor swasta yang diunggulkan dengan modal ventura negara, dan yang memompa keluar ribuan drone tempur dalam industri masa perang yang sedang berkembang pesat.
"Perang hari ini bersifat teknologi, dengan perubahan teknologi dan di medan perang terjadi setiap hari," kata Mykhailo Fedorov, wakil perdana menteri dan menteri transformasi digital Ukraina, di sela-sela pertemuan tersebut.
Reuters adalah satu-satunya media yang diundang ke acara tersebut, di mana pejabat tinggi militer dan menteri berbaur dengan para insinyur dan penggemar eksentrik. Seorang pria tiba dengan celana pendek dan topi bisbol dengan drone besar di bawah lengannya.
Penyelenggara membagikan hadiah uang US$3 juta di antara tiga tim ahli yang dianggap telah mempresentasikan drone terbaik atau teknologi perang elektronik melawan "Shahed" Rusia, drone asal Iran yang terbang berkerumun ke target mereka dan meledak saat terjadi benturan.
Pada Mei, Rusia menyerang Ukraina dengan rekor total bulanan lebih dari 300 drone, data resmi menunjukkan, sebuah tantangan bagi perencana yang ingin melindungi pasokan energi musim dingin ini. Musim dingin lalu Rusia mencoba melumpuhkan jaringan listrik dengan serangan udara.
"Kami ingin mempersiapkan ... musim dingin mendatang untuk menanggapi tantangan ini," kata Wakil Perdana Menteri Oleksandr Kubrakov.
Drone Iran terbang sangat rendah sehingga mereka dapat menghindari deteksi pertahanan udara, sementara sistem navigasi mereka cukup kuat untuk membuatnya sulit dijatuhkan dengan senjata perang elektronik anti-drone yang mengganggu frekuensi radio.
Barat telah memasok sistem pertahanan udara yang canggih untuk melawan serangan rudal, tetapi menjatuhkan kawanan drone yang berharga US$50.000 per buah dengan rudal US$1 juta tidaklah ideal, kata para pejabat.
"Itu tidak menguntungkan, jadi kami harus terus memangkas biaya alat yang kami gunakan untuk menghancurkan drone-drone Shahed," kata Fedorov.
"Kita berbicara tentang deteksi (drone) menggunakan akustik serta cara lain, dan juga tentang penghancuran yang sebenarnya."
Penyelenggara acara meminta Reuters untuk tidak mengungkapkan nama belakang peserta demi alasan keamanan.