TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI menilai semua pendekatan yang dilakukan untuk menyelesaikan krisis Myanmar harus sesuai dengan konsensus lima poin dan hasil pertemuan puncak yang telah disepakati para kepala perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Ini menanggapi pertemuan atas inisiatif Thailand dengan junta Myanmar.
“Perbedaan pandangan biasa, tapi ada kesepakatan – aturan main yang harus diikuti,” kata Kepala Urusan Harian Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar I Gede Ngurah Swajaya menegaskan saat pengarahan media di Jakarta Pusat pada Senin, 19 Juni 2023.
Pemerintah sementara Thailand mengusulkan untuk "sepenuhnya melibatkan kembali" penguasa militer Myanmar dalam penyelesaian krisis di negara tersebut.
Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai mengundang para timpalannya dari ASEAN ke pertemuan informal dua hari yang dimulai pada Minggu, 18 Juni 2023, untuk membahas rencana perdamaian yang macet, menurut surat yang dilihat oleh Reuters dan sumber yang mengetahui undangan tersebut.
Selama hampir dua tahun, para jenderal di Myanmar telah dilarang menghadiri pertemuan tingkat senior ASEAN – termasuk pertemuan menteri luar negeri dan kepala pemerintahan.
Sebab, mereka gagal menghormati kesepakatan untuk memulai pembicaraan dengan lawan dari pihak pemerintah sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Pemenang Nobel Perdamaian itu digulingkan dan sekarang tengah dipenjara.
Don, seperti dimuat Bangkok Post mengatakan, pertemuan di Pattaya pada Minggu dan Senin bukanlah rapat ASEAN, tetapi sebuah forum bagi negara-negara anggota blok untuk mempelajari perkembangan di Myanmar setelah junta yang berkuasa melantik menteri luar negeri baru.
Ia mencatat pihaknya sudah beberapa kali menggelar pertemuan serupa.
Ngurah Swajaya, yang juga menjabat staf khusus kementerian luar negeri untuk diplomasi kawasan, enggan menanggapi saat ditanya apakah manuver Thailand melampaui konsensus ASEAN.
Namun, ia menyoroti engagement dengan satu pihak saja tak sesuai kesepahaman yang dicapai lembaga Asia Tenggara, termasuk rapat tingkat tinggi di Labuan Bajo pada bulan lalu.
Menurut Ngurah Swajaya, selama lima bulan keketuaan, Indonesia sudah berkomunikasi 75 kali dengan semua pemangku kepentingan di Myanmar termasuk junta, pemerintahan persatuan dari pemerintahan sipil NUG, dan kelompok-kelompok etnis.
Selain Indonesia, negara-negara inti anggota seperti Singapura, Malaysia, Filipina, kompak memutuskan tak menghadiri pertemuan bersama junta militer Myanmar yang diinisiasi oleh Thailand.
Menteri luar negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, mengatakan pada Jumat, bahwa terlalu dini untuk terlibat kembali dengan junta di tingkat puncak atau di tingkat menteri luar negeri.
Hanya pemerintah Kamboja secara terbuka menyatakan akan datang. Adapun Pemerintah Vietnam sudah mengkonfirmasi menteri luar negerinya tidak akan hadir "karena keterlibatan sebelumnya".
Upaya Thailand menggelar pembicaraan dengan junta menimbulkan beragam kritik termasuk soal status pemerintahan yang segera lengser. Pandangan oposisi di Myanmar, yang terdiri dari loyalis pemerintahan Aung Sang Suu Kyi yang digulingkan, mengutuk inisiatif Thailand.
Sebanyak 81 kelompok aktivis Myanmar merilis surat terbuka pada Minggu, 18 Juni 2023, untuk mengutuk inisiatif terselubung Thailand. Mereka menilai itu sebagai "kontradiksi terang-terangan" dengan kebijakan ASEAN yang tidak mengundang pejabat junta ke pertemuan tingkat tinggi.
Membela inisiatifnya, menteri luar negeri Thailand, Don menegaskan, situasi di Myanmar telah banyak berubah dan kini lebih banyak konflik. "Sebagian besar melibatkan kelompok etnis minoritas... Inilah alasan mengapa kami melihat perlunya berinteraksi dengan Myanmar," kata Don.
Thailand berbatasan dengan Myanmar sepanjang 2.400 kilometer dan merupakan negara yang menginginkan masalah di Myanmar segera berakhir, kata Don.
Pilihan Editor: Dewi Fortuna Anwar: Inisiatif Thailand Bertemu Junta Myanmar Itu Aneh
DANIEL A. FAJRI | REUTERS | BANGKOK POST