TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Inggris menangkap 52 orang termasuk pemimpin kelompok anti-monarki Republik yang menggelar protes pada penobatan Raja Charles III, Sabtu, 6 Mei 2023. Penobatan Raja Charles III diwarnai protes. Sebanyak ratusan demonstran berpakaian kuning berkumpul di antara massa yang berbaris di rute prosesi di pusat kota London. Mereka berpakaian merah, putih, biru, dan mengangkat papan bertuliskan "Bukan Rajaku".
Kelompok Republik mengatakan pemimpinnya Graham Smith telah ditahan sebelum prosesi penobatan Raja Charles III dimulai. Foto-foto yang beredar di media sosial menunjukkan petugas polisi menyita plakat pengunjuk rasa.
"Kami benar-benar memahami kekhawatiran publik setelah penangkapan yang dilakukan pagi ini," kata Komandan Karen Findlay dari kepolisian Metropolitan London dalam sebuah pernyataan. "Selama 24 jam terakhir telah terjadi operasi polisi yang signifikan setelah kami menerima informasi pengunjuk rasa bertekad untuk mengganggu prosesi Penobatan."
Republik telah bersumpah untuk melakukan protes terbesar terhadap raja Inggris dalam sejarah modern. Para pengunjuk rasa mencemooh saat Raja Charles dan Ratu Camilla berjalan ke Westminster Abbey, dan saat kebaktian disampaikan kepada publik dengan pengeras suara besar.
"Ini menjijikkan dan berlebihan," kata Kevin John, 57, seorang salesman dari Devon yang termasuk di antara para pengunjuk rasa. "Itu juga sangat kontraproduktif oleh polisi karena semua yang dilakukannya adalah menciptakan publisitas besar-besaran bagi kami. Ini benar-benar gila."
Polisi tidak mengkonfirmasi penangkapan Smith dalam protes penobatan Raja Charles III. Mereka mengatakan bertindak karena yakin pengunjuk rasa akan berusaha merusak monumen publik dengan cat. "Semua orang ini tetap ditahan," kata Findlay.
Protes penobatan Raja Charles III juga terjadi di Glasgow di Skotlandia dan Cardiff di Wales. Para peserta unjuk rasa mengangkat papan bertuliskan "Hapus monarki, beri makan rakyat." Di media sosial, banyak yang membandingkan krisis biaya hidup Inggris dengan kemegahan dan arak-arakan.
Di London, pengunjuk rasa mengatakan bahwa keluarga kerajaan tidak memiliki tempat dalam demokrasi konstitusional modern dan sangat mahal. "Tidakkah menurutmu ini agak konyol," kata salah satu papan yang dibentangkan saat unjuk rasa.
Sejak Charles menjadi raja September lalu, telah terjadi protes di acara-acara kerajaan. Dia dicela di acara Hari Persemakmuran di Westminster Abbey pada bulan Maret. Kematian ratu juga memicu kembali perdebatan di Australia, Jamaika, dan bagian lain Persemakmuran tentang perlunya mempertahankan Charles sebagai kepala negara mereka.
REUTERS
Pilihan Editor: Bom Mobil di Rusia, Moskow Tuding Ukraina dan AS sebagai Dalangnya