TEMPO.CO, Jakarta – Pertempuran sengit terdengar di pusat Khartoum, Sudan, pada Kamis, 4 Mei 2023, ketika tentara berusaha memukul mundur kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dari daerah sekitar istana presiden dan markas tentara. Gencatan senjata permanen tampaknya sulit dicapai.
Masing-masing pihak tampaknya berjuang untuk menguasai wilayah di ibu kota Khartoum menjelang kemungkinan negosiasi. Para pemimpin dari kedua faksi tidak menunjukkan keinginan untuk mengadakan pembicaraan setelah lebih dari dua minggu pertempuran.
Pengeboman besar-besaran juga terdengar di kota-kota tetangga Omdurman dan Bahri. Kedua belah pihak telah menyetujui gencatan senjata tujuh hari. Namun janji itu telah dilanggar.
"Sejak kemarin malam, dan pagi ini, ada serangan udara dan suara bentrokan," kata Al-Sadiq Ahmed, seorang insinyur berusia 49 tahun yang berbicara dari Khartoum.
"Kami mengalami teror permanen karena pertempuran terjadi di sekitar pusat lingkungan perumahan. Kami tidak tahu kapan mimpi buruk ini dan ketakutan akan berakhir."
Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak faksi-faksi yang bertikai di Sudan pada Rabu, 3 Mei 2023, untuk menjamin pengiriman bantuan kemanusiaan. Sebab, sebelumnya enam truk dijarah dan serangan udara di ibu kota merusak gencatan senjata yang seharusnya.
Kepala bantuan PBB Martin Griffiths mengatakan dia berharap untuk mengadakan pertemuan tatap muka dengan pihak-pihak yang bertikai di Sudan dalam dua hingga tiga hari untuk mendapatkan jaminan dari mereka untuk konvoi bantuan untuk mengirimkan pasokan bantuan.
PBB telah memperingatkan bahwa pertempuran antara tentara dan RSF, yang meletus pada 15 April, berisiko menyebabkan bencana kemanusiaan yang dapat meluas ke negara lain. Sudan mengatakan pada Selasa bahwa 550 orang tewas dan 4.926 orang terluka sejauh ini dalam konflik tersebut.
Sekitar 100.000 orang telah melarikan diri dari Sudan dengan sedikit makanan atau air ke negara tetangga, kata PBB.
Tentara mengatakan telah membunuh pejuang RSF dan menghancurkan sejumlah kendaraan "milik pemberontak", setelah bentrok dengan kelompok itu di wilayah militer Bahri.
Tentara dan RSF sebenarnya bersekutu dalam kudeta dua tahun lalu dan telah berbagi kekuasaan. Kerja sama mereka merupakan bagian dari transisi yang didukung internasional menuju pemilihan bebas dan pemerintahan sipil sebelum berselisih karena transisi.
RSF menuduh tentara melanggar gencatan senjata dan menyerang pasukan sejak fajar. Tentara disebut menyerang lingkungan perumahannya dengan artileri dan pesawat dengan "cara pengecut".
REUTERS