TEMPO.CO, Jakarta - Korea Utara menembakkan rudal balistik jarak pada Kamis, 13 Maret 2023. Korea Selatan dan Jepang menyebut, langkah Pyongyang ini menimbulkan ketakutan di Jepang utara di mana penduduk disuruh berlindung, meskipun ternyata tidak ada bahaya.
Militer Korea Selatan mengatakan rudal itu terbang sekitar 1.000 kilometer. Seoul menyebutnya sebagai "provokasi besar". Apogee, atau ketinggian maksimum rudal, belum diungkapkan.
Menteri Pertahanan Jepang, Yasukazu Hamada, mengatakan rudal itu tampaknya ditembakkan ke arah timur dengan sudut tinggi. Dia mengatakan itu tidak jatuh di wilayah Jepang, dan kementerian pertahanan sedang menganalisis peluncuran untuk lebih jelasnya.
Penjaga pantai Jepang menyebut, proyektil itu jatuh di laut sebelah timur Korea Utara. Hamada mengatakan dia tidak bisa memastikan apakah rudal itu terbang di atas zona ekonomi eksklusif Jepang.
Sebelumnya, terdapat masalah dengan sistem peringatan darurat, J-Alert.
Otoritas Jepang mencabut peringatan untuk pulau Hokkaido ketika mereka memutuskan rudal tidak akan jatuh di dekatnya.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menyatakan pemerintahnya akan mengadakan pertemuan Dewan Keamanan Nasional sebagai tanggapan atas peluncuran tersebut.
Amerika Serikat "mengecam keras Korea Utara atas uji coba rudal balistik jarak jauhnya," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Pada Oktober, peringatan evakuasi dikeluarkan ketika sebuah rudal terbang di atas Jepang. Tetapi, itu terjadi sangat terlambat sehingga kebanyakan orang tidak menyadarinya sampai proyektil tersebut jatuh ke Pasifik.
Sebulan kemudian, sebuah peringatan keliru dikeluarkan yang mengatakan bahwa sebuah rudal telah meluap ke Jepang.
Pada Kamis, seorang siswa mengatakan kepada penyiar Jepang NHK bahwa peringatan tersebut menyebabkan alarm sesaat di sebuah stasiun kereta api di Hokkaido.
"Untuk sesaat di dalam kereta terjadi kepanikan, tetapi seorang pekerja stasiun berkata untuk tenang, dan orang-orang melakukannya," kata pria tak dikenal itu kepada NHK.
Peluncuran itu dilakukan beberapa hari setelah pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyerukan penguatan pencegahan perang dengan cara yang "lebih praktis dan ofensif" untuk melawan apa yang disebut Korea Utara sebagai gerakan agresi oleh Amerika Serikat.
Sementara mengutuk serangkaian uji coba rudal terbaru Korea Utara, Amerika Serikat memperbarui tawarannya untuk membuka pembicaraan.
"Pintu diplomasi belum tertutup, tetapi Pyongyang harus segera menghentikan tindakan destabilisasi dan sebaliknya memilih keterlibatan diplomatik," kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS Adrienne Watson dalam sebuah pernyataan.