TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Uni Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden Prancis Emmanuel Macron akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping pada Kamis 6 April 2023, untuk pembicaraan yang dapat menentukan arah hubungan di masa depan. Ini setelah hubungan yang tegang selama bertahun-tahun.
Macron, yang tiba di Beijing Rabu malam, mengatakan kepada wartawan bahwa Eropa harus menolak mengurangi hubungan perdagangan dan diplomatik dengan Beijing. Saat ini, China berselisih dengan Barat terkait berbagai masalah termasuk Taiwan, teknologi sensitif, dan hubungan dekat China dengan Rusia.
Von der Leyen mengatakan menjelang perjalanannya bahwa Eropa harus "mengurangi risiko" hubungannya dengan Beijing, karena China telah bergeser dari era reformasi dan keterbukaan menjadi era keamanan dan kontrol.
Hubungan Eropa dengan China telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena pakta investasi yang terhenti pada 2021 dan penolakan Beijing untuk mengutuk Rusia atas invasinya ke Ukraina.
Kendati demikian, China sangat ingin memastikan Eropa tidak mengikuti apa yang dilihatnya sebagai upaya yang dipimpin Amerika Serikat untuk menahan kebangkitannya.
Setidaknya untuk kunjungan Macron, ada ekspektasi tinggi di Beijing.
"Kunjungan Macron diharapkan membuahkan hasil nyata dalam memajukan kerja sama ekonomi dan perdagangan antara China dan Prancis, serta untuk meningkatkan rasa saling percaya politik," tulis outlet media pemerintah Global Times dalam tajuk rencana pada Kamis.
"Perlu dicatat bahwa berbagai kekuatan di Eropa dan AS sangat memperhatikan kunjungan Macron dan memberikan pengaruh ke arah yang berbeda," tulis Global Times. "Dengan kata lain, tidak semua orang ingin melihat kunjungan Macron ke China berjalan lancar dan sukses."