TEMPO.CO, Jakarta -Mantan Menteri Ekonomi Montenegro Jakov Milatovic mengklaim kemenangan dalam putaran kedua pemilihan presiden pada Minggu, 2 April 2023, atas petahana Milo Djukanovic.
Keunggulan itu mengakhiri lebih dari tiga dekade kekuasaan Djukanovic di republik kecil Balkan itu.
"Malam ini adalah malam yang telah kami nantikan selama lebih dari 30 tahun. Semoga Anda mendapatkan kemenangan yang membahagiakan," kata Milatovic kepada para pendukung Europe Now Movement yang berhaluan kanan di markas partainya di Podgorica.
"Dalam lima tahun ke depan, kami akan memimpin Montenegro ke Uni Eropa," ujarnya menambahkan.
Di ibu kota Podgorica, beberapa pendukungnya yang gembira melewati pusat kota. Mereka membunyikan klakson mobil mereka, sementara yang lain menyalakan kembang api atau menembakkan senjata ke udara.
Milatovic, 37 tahun, yang menempuh berpendidikan Barat, adalah wakil kepala Europe Now Movement. Dia berkampanye dengan janji untuk mengekang korupsi, meningkatkan standar hidup, dan memperkuat hubungan dengan Uni Eropa dan Serbia, bekas republik Yugoslavia.
Djukanovic, 61 tahun, telah mendominasi Montenegro sebagai presiden juga perdana menteri selama 33 tahun sejak dimulainya keruntuhan federasi enam republik Yugoslavia yang kini telah bubar. Eks komunis itu telah mengakui kekalahan dari Milatovic.
"Montenegro telah membuat pilihannya. Saya menghormati pilihan itu dan saya mengucapkan selamat kepada Jakov Milatovic," kata Djukanovic, yang akan tetap menjabat hingga penyerahan pada 21 Mei, kepada para pendukungnya di markas besar Partai Sosialis Demokratik (DPS) di Podgorica.
Milatovic menang 60,1 persen dan Djukanovic 39,9 persen, menurut jajak pendapat Pusat Pemantauan dan Penelitian (CEMI) yang berbasis di Podgorica, berdasarkan hasil yang ditabulasikan dari sampel statistik pemberian suara.
Jajak pendapat lainnya, Center for Democratic Transition (CDT) yang berbasis di Podgorica juga menempatkan Milatovic memimpin dengan 56,9 persen. Jumlah pemilih mencapai sekitar 70 persen, menurut CEMI.
Komisi pemilihan negara bagian diharapkan mengumumkan hasil resmi dalam beberapa hari mendatang. Sebelum tahap itu, perlu ada penyelesaian prosedur pengaduan.
Djukanovic memimpin Montenegro menuju kemerdekaan dari serikat negara dengan Serbia yang jauh lebih besar pada 2006, dan menjadi anggota NATO pada 2017. Negara ini juga merupakan kandidat untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Lawan menuduh Djukanovic dan DPS melakukan korupsi, terkait dengan kejahatan terorganisir dan menjalankan republik Adriatik kecil sebagai wilayah kekuasaan mereka - tuduhan yang mereka tolak.
"Anda bisa melihat kekuatan Montenegro yang bersatu malam ini. Inilah mengapa (kemenangan) begitu besar dan bersejarah, malam ini kami mengucapkan selamat tinggal pada kejahatan dan korupsi di Montenegro," kata Milatovic.
Pemungutan suara Minggu mengikuti satu tahun ketidakstabilan politik. Dua pemerintah yang berkuasa setelah protes 2020 yang didukung oleh Gereja Ortodoks Serbia yang berpengaruh, dijatuhkan oleh mosi tidak percaya.
Hal itu juga ditandai dengan perselisihan antara anggota parlemen dan Djukanovic atas penolakannya untuk menunjuk perdana menteri baru.
“Rakyat telah mengirimkan pesan yang jelas bahwa mereka menginginkan perubahan dan bahwa elit politik baru harus lebih memperhatikan masalah dan kebutuhan (rakyat) mereka,” kata Milos Besic, dosen ilmu politik di Universitas Beograd.
Pada 16 Maret, Djukanovic membubarkan parlemen dan menjadwalkan pemilihan umum pada 11 Juni. Meskipun jabatan presiden di Montenegro sebagian besar bersifat seremonial, kemenangan dalam pemilihan presiden akan meningkatkan peluang partai pemenang pada Juni.
Pilihan Editor: Perdana Menteri Montenegro Kena Mosi Tidak Percaya dari Parlemen
REUTERS