TEMPO.CO, Jakarta - Hong Kong membantah laporan baru Washington yang menyatakan kepentingan Amerika Serikat terancam karena Beijing terus "merusak" supremasi hukum dan kebebasan di Hong Kong melalui undang-undang keamanan nasional.
‘Laporan Undang-Undang Kebijakan Hong Kong 2023’, yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, menyatakan otoritas China dan Hong Kong terus menggunakan 'keamanan nasional' sebagai dasar umum yang tidak jelas, untuk merongrong aturan hukum, hak serta kebebasan yang dilindungi.
"Otoritas Hong Kong terus menangkap dan mengadili orang-orang karena ekspresi politik damai yang kritis terhadap pemerintah lokal dan pusat, termasuk mengunggah dan meneruskan postingan media sosial," kata laporan AS.
Juru Bicara Pemerintah Hong Kong menolak pernyataan yang dianggapnya tidak berdasar serta memutarbalikkan fakta.
"Upaya AS untuk merusak stabilitas dan kemakmuran Hong Kong hanya akan mengungkap kelemahan dan argumennya sendiri yang salah dan pasti akan gagal,” ujar juru bicara tersebut dalam keterangan.
Ia menambahkan, menjaga keamanan nasional adalah "kepentingan utama" dan semua orang setara di bawah hukum tanpa memandang sikap atau latar belakang politik.
China memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong pada Juni 2020 tanpa proses legislatif atau konsultatif lokal. Peraturan itu melarang kejahatan seperti subversi dengan kemungkinan hukuman penjara seumur hidup.
Pihak berwenang mengatakan undang-undang tersebut memulihkan ketertiban setelah protes pro-demokrasi yang berlarut-larut pada 2019, yang menyerukan, di antara tuntutan lainnya, demokrasi penuh.
Rezim keamanan kota lebih ketat mencerminkan China daratan, yang dipimpin Presiden Xi Jinping, telah menerapkan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat selama dekade terakhir. Beijing memenjarakan para kritikus dan pembela hak asasi.
Lebih dari 230 orang ditangkap karena dugaan tindakan yang membahayakan keamanan nasional sejak 2020, termasuk 47 tokoh demokrasi terkemuka yang sekarang melawan tuduhan konspirasi subversi dalam persidangan selama beberapa bulan.
Laporan AS juga mencatat penurunan jumlah warga Amerika Serikat di Hong Kong dari 85.000 pada 2021 menjadi sekitar 70.000 karena sejumlah faktor termasuk pembatasan Covid ketat dan keamanan nasional.
China "semakin meningkatkan kekuatan polisi dan keamanan di Hong Kong, membuat warga AS yang secara terbuka mengkritik RRT berisiko tinggi ditangkap, ditahan, diusir, atau dituntut di Hong Kong," tulis laporan itu. Keterangan dalam laporan itu menambahkan, risiko ini telah disorot dalam nasihat perjalanan pemerintahnya untuk Hong Kong.
Empat puluh dari 100 senator Amerika Serikat ikut mensponsori sebuah resolusi awal bulan ini yang mendesak tanggapan kuat pemerintah AS terhadap setiap upaya China menekan perbedaan pendapat di Hong Kong, termasuk penggunaan sanksi dan alat lainnya.
REUTERS
Piliha Editor: Coba Rebut Pistol Polisi Israel, Pemuda Palestina Tewas Ditembak di Al-Aqsa