TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang mendukung percepatan pembahasan Code of Conduct (CoC) atau semacam pedoman etik untuk Laut Cina Selatan bersama ASEAN. Dialog blok regional Asia tenggara dengan Cina mengenai kerangka itu sudah mangkrak hampir lebih 20 tahun.
“Cina dan Indonesia secara penuh dan efektif mendorong implementasi CoC dan mempercepat konsultasi CoC,” kata Qin saat pernyataan pers kunjungannya ke Jakarta untuk bertemu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Rabu, 22 Februari 2023.
Indonesia jadi ketua ASEAN untuk 2023. Sebelumnya saat pertemuan menteri luar negeri blok regional di Jakarta pada awal bulan ini, Retno mengatakan perundingan soal CoC akan dimulai pada Maret.
Retno, saat pernyataan pers usai pertemuan dengan Qin, mengatakan, “Indonesia dan ASEAN ingin menghasilkan (kode perilaku) yang efektif, substantif, dan dapat ditindaklanjuti.”
Dalam kesempatan yang sama, Qin menambahkan bahwa Cina dan ASEAN akan bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas di koridor perdagangan strategis itu. Laut Cina Selatan dilalui muatan senilai USD$3,4 triliun setiap tahun.
CoC tersebut diharapkan bisa mengurangi jalur air rawan konflik antara Cina dengan empat negara anggota ASEAN yakni Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei. CoC telah menjadi agenda abadi untuk Cina dan ASEAN sejak pergantian abad.
Pada 1995, Cina menduduki Mischief Reef secara ilegal, yang letaknya hanya 210 kilometer dari pulau Palawan, Filipina. Negara-negara ASEAN lainnya melihatnya sebagai upaya terang-terangan untuk mengubah status quo di kawasan.
Sebagai tanggapan, ASEAN mengeluarkan Komunike Bersama pada 1996 yang menyatakan keprihatinan atas situasi di Laut Cina Selatan. ASEAN menyerukan penyelesaian sengketa secara damai dan pengendalian diri oleh pihak-pihak terkait.
Selanjutnya, sebuah kode etik regional diusulkan. Harapannya, itu dapat meletakkan dasar untuk stabilitas jangka panjang di kawasan tersebut dan menumbuhkan pemahaman di antara negara-negara penggugat.
Gesekan di antara Cina dan negara-negara ASEAN mengenai Laut Cina Selatan masih terjadi belakangan ini, termasuk dengan Filipina. Perbatasan perairan Laut Cina Selatan dan Natuna, Indonesia, juga kerap memunculkan perhatian mengenai tumpang tindih wilayah. Persaingan yang terjadi di antara Amerika Serikat dan Cina membuat kawasan makin tegang.
Qin saat pertemuan dengan Retno pada Rabu, 22 Februari 2023, mengatakan negara-negara Asia Tenggara tidak boleh dipaksa untuk memihak, di tengah ketegangan Cina dan Amerika Serikat beberapa tahun ini.
“Perang dingin baru dan daya saing kekuatan-kekuatan besar seharusnya tidak muncul di kawasan Asia-Pasifik. Kami percaya bahwa Indonesia dan ASEAN akan membuat penilaian dan pilihan mereka secara mandiri dan otonom demi kepentingan fundamental stabilitas, pembangunan, dan kemakmuran kawasan, " katanya.
Selain soal Laut Cina Selatan, Retno dan Qin membahas isu kawasan lain seperti krisis Myanmar. Pembahasan soal peningkatan kerja sama bilateral juga dibahas keduanya.
DANIEL A. FAJRI, THE DIPLOMAT, REUTERS