TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyoroti ketegangan geopolitik yang meningkat di ranah maritim membuat penegakan Hukum Perjanjian Laut PBB atau UNCLOS jadi lebih menantang. Menurutnya, ASEAN selalu bertujuan menyelesaikan sengketa seperti di Laut Cina Selatan, dengan cara non-konfrontasi militer.
"UNCLOS adalah alat kunci untuk mencapai tujuan ini. Namun, penerapannya yang efektif membutuhkan paradigma yang mendorong penyelesaian sengketa secara damai," kata Retno yang bergabung secara virtual dalam pembukaan Konferensi ASEAN mengenai 40 Tahun UNCLOS, Selasa, 29 November 2022.
Sembilan garis putus-putus (warna biru), yang menandai klaim Cina di Laut Cina Selatan
Laut Cina Selatan merupakan wilayah strategis yang berbatasan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Cina. Di beberapa bagian, terjadi tumpang tindih yurisdiksi antara claimant states seperti Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Cina, yang menjadikan potensi konflik di wilayah ini cukup tinggi.
Baru-baru ini, Cina dan Filipina ribut lagi di wilayah tersebut. Filipina menuding kapal penjaga pantai Cina telah merampas satu puing roket yang diamankan Filipina di Laut Cina Selatan. Beijing membantah telah merebut perangkat itu.
Baca juga: Bus Ekspress Tujuan Kuala Lumpur Tabrak Trailer, 16 Orang Luka-luka
Saling tuding antara Beijing dan Manila terjadi saat kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris ke Filipina. Washington pun menjamin akan membantu Filipina secara militer.
Saat pidato di forum UNCLOS, Retno menggemakan pernyataan Presiden RI Joko Widodo supaya laut dilihat sebagai faktor yang mempersatukan, bukan memecah belah. Dia menyebut hukum internasional bagaimanapun harus tetap dihormati.
"Negara harus terus mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS. UNCLOS harus menjadi norma utama yang membentuk perilaku negara di laut," kata Retno.
UNCLOS mengikat negara-negara dalam sebuah teknik standar untuk mengidentifikasi berbagai wilayah di laut, termasuk perairan pedalaman, perairan teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen. Dalam kasus tumpang tindih antara perairan teritorial, zona tambahan, dan landas kontinen negara tetangga, negara-negara akan berunding mengenai garis batas.
Ketegangan geopolitik yang berpotensi meningkatkan risiko eskalasi menjadi konflik terbuka, membuat UNCLOS menghadapi tantangannya. Indonesia akan menjadi ketua ASEAN pada 2023.
Baca juga: KPK Bilang Penyelidikan Kasus Kardus Durian Masih Berlanjut
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.