TEMPO.CO, Jakarta - China mencatat rekor infeksi Covid-19 tertinggi lagi setelah protes akhir pekan di seluruh negeri atas pembatasan kegiatan masyarakat. Unjuk rasa yang meletus beberapa hari lalu merupakan pemandangan yang jarang terjadi sejak Presiden Xi Jinping mengambil alih kekuasaan satu dekade lalu.
Baca: Polisi China Disebut Menyerang Jurnalis BBC dalam Unjuk Rasa di Shanghai
Reuters mewartakan China telah memecahkan rekor harian selama lima hari berturut-turut. Kasus lokal baru sebanyak 40.052 tercatat pada Senin, 28 November 2022, naik dari 39.506 sehari sebelumnya.
Kota-kota besar seperti Guangzhou dan Chongqing berjuang melawan wabah karena menerima ribuan kasus. Sementara ratusan infeksi tercatat di beberapa kota di seluruh negeri pada Ahad, 27 November 2022.
China tetap berpegang pada kebijakan nol Covid yang diterapkan Presiden Xi, bahkan saat mayoritas negara-negara telah mencabut sebagian besar pembatasan.
Pada awal bulan ini, China berusaha membuat pembatasan lebih terarah dan tidak terlalu memberatkan. Kebijakan itu memicu spekulasi bahwa negara itu akan segera mulai membuka kembali secara penuh, tetapi kebangkitan kasus telah menggagalkan harapan investor untuk pelonggaran yang signifikan dalam waktu dekat.
Selama akhir pekan, pengunjuk rasa di kota-kota termasuk Wuhan dan Lanzhou membatalkan fasilitas pengujian Covid-19. Sementara mahasiswa berkumpul di kampus-kampus di seluruh China dalam aksi yang dipicu oleh kemarahan atas kebakaran apartemen akhir pekan lalu di Xinjiang, yang menewaskan 10 orang.
Kebakaran mematikan itu memicu spekulasi bahwa pembatasan Covid-19 di kota itu, yang sebagian telah dikunci selama 100 hari, telah menghalangi penyelamatan dan evakuasi. Pemerintah kota membantah tuduhan tersebut. Menurut video di media sosial, kerumunan di Urumqi turun ke jalan pada Jumat malam, meneriakkan "Akhiri penguncian!".
Di Shanghai, para pengunjuk rasa dan polisi bentrok pada hari Ahad. Polisi mengambil satu bus penuh pengunjuk rasa. Sedangkan BBC menuding polisi China menyerang dan menahan salah satu jurnalisnya yang meliput acara tersebut sebelum melepaskannya setelah beberapa jam.
Di Beijing, kerumunan besar berkumpul lewat tengah malam pada hari Ahad di sepanjang Jalan Lingkar ke-3 ibu kota selama pemandangan yang damai namun seringkali berapi-api.
Pada Senin dini hari, 28 November 2022, satu kelompok meneriakkan "kami tidak ingin tes Covid, kami ingin kebebasan" sambil mengacungkan kertas putih kosong. Itu merupakan simbol protes di China dalam beberapa hari terakhir.
Mobil-mobil yang lewat secara teratur bergabung dalam keriuhan dengan membunyikan klakson dan mengacungkan jempol kepada pengunjuk rasa yang pada gilirannya menimbulkan sorakan besar-besaran dari mereka yang berkumpul.
Para pengunjuk rasa diikuti oleh puluhan petugas polisi berseragam. Petugas keamanan berpakaian preman di antara massa dan mobil polisi bergerak di dekatnya.
Seorang pejabat yang mengklaim sebagai kepala departemen kepolisian Beijing datang secara pribadi untuk berbicara dengan beberapa pengunjuk rasa, memegang pengeras suara untuk meminta mereka pulang.
"Kalian anak muda. Kalian harus pulang sekarang. Kalian mengganggu lalu lintas di sini dengan berdiri di jalan," katanya.
Harga saham dan minyak turun tajam pada Senin, 28 November 2022, karena protes yang jarang terjadi menimbulkan kekhawatiran tentang manajemen kebijakan nol Covid China dan dampaknya terhadap ekonomi. Sementara sensor China berusaha keras untuk menghapus gambar dan unggahan soal protes.
Banyak analis mengatakan China tidak mungkin memulai pembukaan kembali yang signifikan paling cepat sebelum Maret atau April 2023. Para ahli memperingatkan bahwa China perlu meningkatkan upaya vaksinasi Covid-19 juga.
Baca: Pengunjuk Rasa anti-Pembatasan Covid di China Sindir Xi Jinping sebagai Kaisar
REUTERS