TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Malaysia telah memperingatkan pengguna media sosial negara itu untuk menahan diri dalam mengunggah konten provokatif tentang ras dan agama setelah pemilu Malaysia yang memecah belah pada hari Sabtu lalu.
Baca: Pemilu Malaysia, Barisan Nasional Tolak Masuk Koalisi Muhyiddin Atau Anwar Ibrahim
Dua aliansi utama sedang berlomba mendapatkan dukungan dari partai lain untuk membentuk pemerintahan, yaitu blok progresif multietnis yang dipimpin oposisi veteran Anwar Ibrahim dan koalisi muslim Melayu konservatif yang dipimpin mantan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin.
Menurut proyek pemantauan ujaran kebencian daring yang dijalankan oleh Centre for Independent Journalism yang berbasis di Malaysia, peringatan polisi muncul ketika narasi berbasis ras mendominasi obrolan politik di media sosial selama dan setelah pemilihan.
Hal itu juga terjadi karena kemenangan elektoral oleh sebuah partai Islam yang menggembar-gemborkan syariat Islam menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor atas potensi dampaknya terhadap kebijakan.
Baca juga:
Ras dan agama adalah masalah pelik di Malaysia yang multikultural, yang memiliki mayoritas muslim etnis Melayu bersama etnis China dan minoritas etnis India yang signifikan yang beragama lain.
Polisi mengatakan telah mendeteksi konten media sosial yang menyinggung sentimen ras dan agama serta menghina kerajaan setelah pemilu.
"Tindakan tegas akan diambil terhadap pengguna yang berupaya menghasut situasi yang dapat mengancam keselamatan dan ketertiban publik," kata Inspektur Jenderal Acryl Sani Abdullah Sani dalam sebuah pernyataan Senin malam, 21 November 2022.
Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong Abdullah dari Pahang telah memberikan tenggat kepada partai politik hingga Selasa, 22 November 2022, pukul 14.00, untuk menyusun aliansi pemerintah setelah tidak ada koalisi yang memenangkan cukup kursi untuk mayoritas parlemen.
Blok Muhyiddin termasuk partai Islam PAS, yang telah mengadvokasi interpretasi ketat syariat Islam, sementara aliansi Anwar termasuk Partai Aksi Demokratik, sebuah partai mayoritas China yang tidak populer dengan banyak pemilih Melayu konservatif.
Pengguna media sosial Malaysia pada hari Senin melaporkan banyak unggahan di platform video pendek TikTok setelah pemilihan yang menyebutkan kerusuhan ras yang mematikan di Kuala Lumpur pada 13 Mei 1969.
Saat itu, sekitar 200 orang tewas dalam bentrokan yang terjadi setelah partai-partai oposisi yang didukung komunitas etnis China terlibat dalam aksi kerusuhan tiga hari setelah pemilu Malaysia.
Baca: Fitch Solutions Sebut Investor Bakal Menjauh Sampai Politik di Malaysia Stabil
REUTERS