Di sisi lain, Thatcherisme yang diterapkan oleh Thatcher mendorong terjadinya kesenjangan sosial yang semakin tinggi, meningkatnya inflasi, dan juga meningkatnya pengangguran di Inggris. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan Thatcher untuk memotong subsidi dan melakukan privatisasi.
Walau selama masa kepmimpinnya, kondisi sosial dan ekonomi Inggris tidak baik, ia dapat terus memenangi pemilu karena selalu memajukan jadwal pemilihan ketika kondisi sosial dan ekonomi sedang dalam kondisi baik. Hal ini pula yang semakin membuat geram kaum buruh dan kelompok kiri.
Setelah kepemimpinan panjang yang kontroversial, Thatcher mengundurkan diri dari kursi PM Inggris dan digantikan oleh koleganya dari Partai Konservatif, John Major. Walau sudah tidak mempimpin, tetapi Thatcherisme yang digagas oleh Thatcher terus dihidupo, khususnya oleh kalangan pemimpin dari Partai Konservatif.
Setelah pensiun sebagai perdana menteri, Thatcher masih aktif sebagai tokoh publik di Inggris dan menjadi konsultan geopolitik. Selain itu, ia aktif untuk menjadi pembicara di berbagai forum.
Pada 8 April 2013, Thatcher menghembuskan napas terakhirnya pada usia 87 tahun. Ia meninggal akibat stroke yang dialaminya. Kematian Thatcher mengundang kesedihan dari kalangan Partai Konservatif, tetapi kematian ini dirayakan oleh kaum buruh dan kelompok kiri Inggris.
Bahkan, dalam konferensi National Union of Students di Sheffield beberapa delegasi bertepuk tangan dan bersorak atas kematian Thatcher. Selain itu, di kota-kota, seperti Bristol, Liverpool, Newcastle, dan Manchester, kematian Thatcher dirayakan.
"Dia telah menciptakan krisis perumahan dan perbankan, ia merupakan pewaris kerusakan kerusakan Inggris dalam segi sosial dan ekonomi," kata mantan Wali Kota London dan anggota Partai buruh Ken Livingstone tentang PM Inggris kontroversial itu.
EIBEN HEIZIER
Baca juga : Total Kekayaan Narayana Murthy Mertua PM Inggris Rishi Sunak Lampaui Keluarga Kerajaan Inggris
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.