TEMPO.CO, Jakarta - Deepak, anak laki-laki asal India, 8 tahun, bikin geger karena membunuh seekor ular kobra yang melingkar di lengannya. Dia membunuh ular berbisa itu dengan cara menggigitnya.
Kejadian ini terjadi pada Senin, 31 Oktober 2022, di desa terpencil Pandarpadh, Chhattisgarh tengah, India. Ketika itu, Deepak, diserang oleh ular kobra yang langsung menempel di lengannya saat dia bermain di luar rumah.
Baca juga: Tentara Bayaran Rusia, Grup Wagner, Membuka Markas Pertamanya
Ular kobra itu kemudian menggigit Deepak. Dia melawan rasa sakit dengan menggoyangkan lengannya yang sedang digigit ular kobra, tetapi tidak bisa melepaskan reptil tersebut. Pada saat itulah si anak laki-laki tersebut menggigit ular yang melilit lengannya dan berhasil membunuh binatang itu.
"Ular itu melilit tangan saya dan menggigit saya. Saya sangat kesakitan. Karena reptil itu tidak bergerak ketika saya mencoba melepaskannya, saya menggigitnya dengan keras dua kali. Itu semua terjadi dalam sekejap," kata Deepak kepada The New Indian Express.
.
Gigitan ular sangat umum di India. Sebuah penelitian yang diterbitkan minggu lalu mengungkapkan lebih dari 85 persen kematian akibat gigitan ular yang tercatat pada 2019 di India.
Khawatir akan nyawa Deepak setelah digigit, orang tua Deepak lantas membawanya ke puskemas terdekat. Dari pemeriksaan, dokter menemukan bahwa ia menderita gigitan kering, yang berarti ular kobra tidak mengeluarkan racun apa pun. Dia masih dipantau untuk memastikannya benar-benar pulih.
Gigitan kering sering diberikan oleh ular dewasa yang memiliki kendali penuh atas penyebaran racun dari kelenjar mereka.
Ular menggunakan racun untuk membunuh mangsanya, atau saat melawan predator berbahaya. Gigitan kering sering diberikan ketika ular mencoba untuk memperingatkan atau menakut-nakuti hewan, daripada membunuh mereka.
Distrik Jashpur tempat Deepak bergumul dengan ular kobra, memang dikenal dengan ular-ularnya. Ada lebih dari 200 spesies ular yang hidup di wilayah tersebut.
Data pada 2019 mengungkap dari 63 ribu orang yang diperkirakan meninggal akibat gigitan ular, ada sebanyak 51 ribu yang tewas di wilayah India. Para peneliti dari Universitas James Cook di Queensland, Amerikat Serikat mengatakan mereka tidak percaya WHO bisa mengurangi separuh jumlah kematian akibat gigitan ular pada 2030 akan tercapai.
Mereka juga menyinggung tentang akses yang buruk untuk anti-venom di daerah pedesaan yang miskin sebagai salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap angka kematian.
Richard Franklin, seorang profesor yang memimpin penelitian soal ular ini, mengatakan intervensi untuk mengamankan pengiriman antivenom yang lebih cepat perlu digabungkan dengan strategi pencegahan seperti meningkatkan edukasi dan penguatan sistem kesehatan di daerah pedesaan.
Dia juga mengatakan mengamankan akses antivenom di seluruh pedesaan di dunia sama dengan menyelamatkan ribuan nyawa. Hal ini harus diprioritaskan agar terpenuhinya tujuan pemberantasan penyakit tropis yang mematikan dan terabaikan WHO.
Penelitian yang diterbitkan bulan lalu di Nature Communications, para peneliti mengumpulkan data otopsi dan registrasi vital dari kumpulan data Global Burden of Disease. Ini digunakan untuk memodelkan proporsi kematian hewan berbisa karena ular berdasarkan lokasi, usia, jenis kelamin dan tahun.
Hasil penelitian mengungkap sebagian besar kematian akibat bisa ular terjadi di Asia Selatan, seperti Afghanistan hingga Sri Lanka, termasuk Pakistan, India, dan Bangladesh. Di India khususnya, angka kematian akibat gigitan ular mencapai 100 ribu orang. Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata global yaitu 0,8.
Wilayah Afrika sub-Sahara berada di urutan kedua, dengan Nigeria memiliki jumlah kematian terbesar yaitu 1.460 orang. Franklin mengatakan setelah gigitan ular berbisa terjadi, kemungkinan risiko kematian meningkat jika antivenom tidak diberikan dalam tempo enam jam.
Di India, 90 persen gigitan ular berasal dari empat spesies, yakni krait, ular berbisa Russell, ular berbisa gergaji, dan ular kobra India.
"Anti-racun ada untuk semua spesies ini, tetapi mencegah kematian akibat gigitan ular tidak hanya bergantung pada keberadaan antivenom, namun juga penyebarannya ke daerah pedesaan dan kapasitas sistem kesehatan untuk memberikan perawatan bagi korban dengan komplikasi sekunder seperti kegagalan pernapasan neuro-toksik atau cedera ginjal akut yang membutuhkan dialisis," kata Franklin.
Meskipun 63 ribu kematian dapat dikatakan banyak, jumlah ini sebenarnya mengalami penurunan 36 persen dari jumlah kematian pada 1990. Namun, para peneliti memperkirakan jumlah kematian diperkirakan akan mencapai 68 ribu pada tahun 2050 karena peningkatan populasi.
DAILYMAIL | NESA AQILA
Baca juga: Ular Sanca Telan Warga di Jambi, King Cobra Patuk Tuannya di Trenggalek
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini