Pernyataan penutup acara tersebut menyimpulkan, komunitas Sunni terbatas pada “Asy’aris, Maturidis berdasarkan keyakinan, pengikut empat mazhab Sunni (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) dan pengikut tasawuf murni dalam hal etika dan kesucian. Sekte lain tidak termasuk dalam komunitas Sunni.” Ini jelas menunjukkan bahwa, menurut pandangan para peserta, wahhabisme tidak dianggap sebagai bagian dari Islam Sunni, melainkan sebuah inovasi yang baru muncul (Bid'ah) dalam Islam.
Pernyataan penutup juga membatasi sekolah-sekolah Islam besar pada institusi keagamaan yang mengakar di “Universitas Al-Azhar (Kairo, Mesir), Universitas Al-Quaraouiyine (Fez, Maroko), Universitas Al-Zaytoonah (Tunisia) dan Universitas Hadhramaut (Yaman).” Pernyataan itu tidak menyebutkan pusat-pusat Islam dan lembaga keagamaan di Arab Saudi.
Dewan Lintas Agama di Rusia bertemu pada Maret 2018 di Moskow, untuk secara resmi memutuskan untuk meminta otoritas negara untuk menyatakan asosiasi Muslim wahhabi sebagai ekstremis untuk menutupnya secara hukum. Resolusi Dewan tersebut diusulkan oleh Mufti Kamil Samigullin, ketua Dewan Spiritual Muslim Tatarstani.
Sedangkan, sejak 2016, negara-negara Barat memperketat jerat aktivitas Wahabi dari Arab Saudi, setelah radikalisme agama yang meningkat dengan beberapa kelompoknya seperti al-Qaeda dan Negara Islam (IS), telah mengadopsi wahhabisme sebagai pengaruh utama mereka. Pihak berwenang Prancis memutuskan pada 20 Agustus 2022 untuk menutup 20 dari 120 masjid yang berafiliasi dengan kelompok Salafi di Prancis. Di Berlin, Akademi Raja Fahd ditutup karena akademi tersebut diduga berperan dalam memprovokasi ekstremisme.
Baca juga: Arab Saudi Cabut Syarat Wajib Vaksin Meningitis untuk Jamaah Umrah
AL JAZEERA, FRANCE 24, AL MONITOR, SAUDI GAZETTE, MIDDLE EAST INSTITUTE