TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merekomendasikan pemerintah untuk melarang penyebaran paham Wahabi di Indonesia. Langkah serupa pernah disampaikan oleh lembaga-lembaga Islam di berbagai negara, di tengah kekhawatiran paham yang dianggap ekstrem itu terus menyebar luas.
Baca: Wahabisme, Cara Barat Hadapi Perang Dingin Melalui Arab Saudi
Wahabisme, istilah yang kadang-kadang digunakan secara bergantian dengan Salafisme, berakar dari pemikiran cendekiawan abad ke-17 Muhammad ibn Abd Wahhab. Ajaran ini berusaha mengakhiri praktik yang dianggap “tidak Islami” dan memimpin kampanye untuk kembali ke versi Islam yang lebih radikal.
Ide-ide Wahabi mengilhami peraturan ketat di Arab Saudi, seperti larangan mengemudi bagi wanita dan aturan mengenai pelancong wanita harus ditemani oleh anggota keluarga pria. Kebijakan demikian mulai melonggar belakangan ini.
Seperti dirangkum dari beragam sumber, berikut pertentangan serupa mengenai penyebaran Wahabi di berbagai negara.
Asal usul dan Penyebaran Wahabi
Arab Saudi disebut-sebut sebagai negara di balik kebangkitan Salafisme yang luar biasa. Paham Wahabi bahkan disebut sebagai doktrin agama resmi Saudi.
Abd al-Wahhab, cendekiawan Islam yang menginspirasi ajaran Wahabi berasal dari wilayah Najd di Semenanjung Arab. Dia menyampaikan ajaran 'kembali ke Quran dan Hadis', menolak inovasi agama (bidaa), dan menganjurkan penghapusan praktek (seperti ritual Sufi dan pemujaan orang-orang kudus) yang tidak didasarkan pada Quran. Dia bahkan menuduh Muslim lain sebagai kafir karena mengikuti praktik yang, menurutnya, tidak Islami dan menyerukan kepatuhan yang ketat terhadap hukum Islam tradisional (syariah).
Tidak ada yang baru dalam ajaran Abd al-Wahhab yang didasarkan pada beberapa ide lama dan merupakan kebangkitan doktrin Hanbali dalam bentuk yang paling ultrakonservatif. Namun, semangat keagamaannya yang pada akhirnya mendorongnya dekat dengan keluarga Saud.