TEMPO.CO, Jakarta - Rishi Sunak berpeluang besar menjadi Perdana Menteri Inggris berikutnya setelah Boris Johnson mundur dari pencalonan pada Ahad malam, 23 Oktober 2022. Meskipun memiliki cukup dukungan, Johnson menyadari bahwa negara dan Partai Konservatif membutuhkan persatuan.
Baca: Rusia Serang Jaringan Energi Ukraina, Kyiv Gelap
Boris Johnson pulang dari liburan di Karibia untuk mencoba mendapatkan dukungan dari 100 anggota parlemen Konservatif untuk maju sebagai calon PM Inggris menggantikan Liz Truss yang mundur pada Kamis pekan lalu. Ia mengklaim telah mendapatkan dukungan dari 102 anggota parlemen dan bisa kembali ke Downing Street, tetapi ia gagal membujuk Sunak, atau pesaing lainnya Penny Mordaunt, untuk bersatu demi kepentingan nasional.
“Saya yakin memiliki banyak hal untuk ditawarkan, tetapi saya khawatir ini bukan waktu yang tepat," kata Johnson seperti dikutip kantor berita Reuters pada Senin, 24 Oktober 2022.
Mantan Perdana Menteri Inggris itu telah mendapatkan dukungan kurang dari 60 anggota parlemen Konservatif pada Ahad lalu, kurang dari separuh dari 150 dukungan yang diterima Sunak. Mundurnya Johnson membuka jalan bagi Sunak, 42 tahun, untuk menjadi PM Inggris.
Menurut aturan, jika hanya ada satu kandidat yang mendapat dukungan dari 100 anggota parlemen Konservatif, mereka akan diangkat menjadi perdana menteri pada Senin ini. Jika terdapat dua kandidat melewati ambang batas dukungan, mereka akan maju ke pemungutan suara anggota partai dan pemenangnya akan diumumkan pada Jumat, 28 Oktober 2022. Hanya beberapa hari sebelum Menteri Keuangan Jeremy Hunt memaparkan keadaan keuangan negara dalam rencana anggaran yang akan dirilis pada 31 Oktober 2022.
Sebelumnya muncul kekhawatiran Johnson akan kembali ke Downing Street—lokasi rumah dan kantor PM Inggris—dengan dukungan anggota partai dan bukan mayoritas anggota Partai Konservatif di parlemen, yang membuat partai terpecah. Hunt menyatakan mendukung Sunak pada Ahad malam.
Beberapa pendukung Johnson dapat beralih ke Mordaunt, yang telah menampilkan dirinya sebagai kandidat pemersatu, tetapi banyak yang segera beralih ke Sunak. Sebuah sumber yang dekat dengan kampanye Mordaunt mengatakan mantan menteri pertahanan itu akan melanjutkan pencalonannya.
“Dia adalah kandidat pemersatu yang kemungkinan besar akan menyatukan sayap Partai Konservatif,” kata sumber itu.
Sebelumnya, banyak anggota parlemen Konservatif pendukung Johnson mengalihkan dukungannya ke Sunak. Mereka mengatakan negara itu membutuhkan periode stabilitas setelah berbulan-bulan terjadi kekacauan.
Sunak pertama kali menjadi perhatian nasional ketika, pada usia 39 tahun, menjadi menteri keuangan di bawah Johnson tepat ketika pandemi Covid-19 melanda Inggris. Ia ikut mengembangkan skema cuti untuk mendukung jutaan orang melalui berbagai lockdown.
“Saya menjabat ketua perwakilan Anda, membantu mengarahkan ekonomi kita melalui masa-masa terberat," kata Sunak dalam sebuah pernyataan, Ahad. “Tantangan yang kita hadapi sekarang bahkan lebih besar. Namun peluang, jika kita membuat pilihan yang tepat, sangat fenomenal.”
Jika terpilih, Sunak akan menjadi perdana menteri keturunan India pertama di Inggris. Keluarganya bermigrasi ke Inggris pada 1960-an, masa ketika banyak orang dari bekas jajahan Inggris tiba untuk membantu membangun kembali negara itu setelah Perang Dunia II.
Setelah lulus dari Universitas Oxford, ia melanjutkan studi ke Universitas Stanford di mana ia bertemu istrinya, Akshata Murthy, putri miliarder India N. R. Narayana Murthy, pendiri raksasa teknologi informasi Infosys Ltd.
Baca: Korea Utara dan Korsel Berbalas Tembakan di Dekat Perbatasan, di Ambang Perang?
REUTERS