TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob mengumumkan pembubaran parlemen pada Senin, 10 Oktober 2022. Pembubaran parlemen ini akan membuka jalan bagi pemilihan nasional yang akan diadakan sebelum akhir tahun.
Baca: Eks PM Malaysia Najib Razak Divonis 12 Tahun Penjara: Ini Fakta Kasus Korupsi Jumbonya
Dalam pidato nasional yang disiarkan televisi pada pukul 3 sore, PM Malaysia Ismail Sabri Yaakob mengatakan dia meminta persetujuan dari raja pada Minggu siang untuk membubarkan parlemen dan permintaannya diterima. "Saya mendorong semua pemerintah negara bagian, kecuali pemerintah Sabah, Sarawak, Johor dan Melaka untuk membubarkan majelis negara bagian masing-masing pada tanggal yang sama dengan Pemilihan Umum di tingkat federal, meskipun beberapa negara bagian telah memutuskan untuk tidak membubarkan diri," katanya.
“Sebaiknya (pemungutan suara negara dan nasional) diadakan pada saat yang sama sehingga rakyat tidak terbebani, serta memastikan proses demokrasi berjalan lancar dan biaya berkurang,” ujar Ismail Sabri Yaakob.
Ia mengatakan bahwa tanggal yang ditentukan untuk hari pencalonan, hari pemungutan suara dan hal-hal terkait lainnya akan ditentukan oleh Komisi Pemilihan. “Dengan pengumuman ini, amanah dikembalikan kepada rakyat,” katanya.
"Mandat rakyat adalah penangkal ampuh bagi negara untuk mencapai stabilitas politik dan menciptakan pemerintahan yang kuat, stabil dan dihormati setelah GE15 (Pemilu ke-15)."
Ada spekulasi kuat tentang pembubaran parlemen akan membuka jalan bagi pemilihan umum ke-15. Jumat lalu, pemerintah Ismail Sabri mengumumkan anggaran sebesar RM 372,3 miliar atau setara Rp 1,2 triliun pada 2023. Anggaran jumbo ini dilakukan di tengah lingkungan global yang tidak pasti dan perkiraan pertumbuhan yang lambat. Ini adalah salah satu anggaran terbesar dalam sejarah Malaysia.
Pemilihan tidak akan dilakukan sampai September 2023. Namun Ismail Sabri telah berada di bawah tekanan dari beberapa faksi dari koalisi yang berkuasa untuk mengadakan pemungutan suara lebih awal.
Pada 30 September 2022, dewan tertinggi Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) memutuskan bahwa parlemen harus segera dibubarkan agar pemilu bisa segera digelar tahun ini. Presiden UMNO Ahmad Zahid Hamidi, yang menghadapi 47 dakwaan pidana pelanggaran kepercayaan, korupsi dan pencucian uang, sangat vokal dalam mendorong jajak pendapat, seolah-olah untuk mencari mandat baru dari rakyat.
Seruan UMNO untuk pemilu telah dikritik oleh oposisi dan anggota Kabinet Ismail Sabri sendiri. Departemen Meteorologi Malaysia telah memperingatkan banjir selama musim monsun timur laut, yang biasanya dimulai pada bulan November dan berakhir pada bulan Maret.
Dewan kepresidenan dari blok oposisi utama Pakatan Harapan mengatakan dalam sebuah pernyataan Rabu lalu bahwa tiga negara bagian yang dikendalikan oleh koalisi yaitu Selangor, Negeri Sembilan dan Penang, hanya akan membubarkan majelis negara bagian mereka tahun depan karena kekhawatiran akan banjir.
Majelis negara yang dipimpin oleh Parti Islam Se-Malaysia (PAS) yaitu Kelantan, Terengganu dan Kedah, juga tidak akan dibubarkan jika pemilihan umum segera diadakan, menurut wakil presiden partai Tuan Ibrahim Tuan Man Rabu lalu, menurut sebuah laporan oleh Free Malaysia Hari ini.
"Bukan waktu yang tepat untuk mengadakan pemungutan suara selama musim banjir di Malaysia," kata Khairy
Para menteri Kabinet Perikatan Nasional (PN) mengirim surat kepada raja untuk menyuarakan keberatan mereka atas penyelenggaraan pemilu ke-15 tahun ini, kata Tuan Ibrahim saat itu.
Ihwal kekhawatiran tentang mengadakan pemilu selama banjir, Ahmad Zahid dari UMNO telah mengkritik oposisi karena menggunakan narasi banjir dan inflasi untuk menolak pemilihan umum awal. Ia menyebut narasi banjir sebagai mitos.
Baca juga: Banding Ditolak, Eks PM Malaysia Najib Razak Divonis Jalani 12 Tahun Penjara
CHANNEL NEWS ASIA