TEMPO.CO, Jakarta - Partai kanan-tengah milik mantan Perdana Menteri Bulgaria Boyko Borissov, GERB, diprediksi akan menang tipis dalam pemilu yang diselenggarakan pada Minggu, 2 Oktober 2022. Ini adalah pemilu, yang keempat kalinya bagi warga Bulgaria, yang diselenggarakan dalam tempo kurang dari dua tahun.
Pemilu pada Minggu kemarin dilakukan di tengah lonjakan inflasi dan perang di Ukraina. Jajak pendapat yang dilakukan Gallup International dan Alpha Research menunjukkan Partai GERB bakal mendapat hasil 23,6 persen - 25,5 persen suara. GERB bersaing ketat dengan kelompok reformis We Continue the Change pimpinan Kiril Petkov, yang kabinetnya runtuh pada Juni 2022 lalu. We Continue the Change berada di urutan kedua dengan prediksi raihan suara 19,5 persen - 19,9 persen.
Jika jajak pendapat ini benar-benar terjadi, maka Pemerintah Bularia yang baru harus melakukan koalisi. Berkoalisi adalah hal yang sulit, yang mungkin bisa berakhir dengan parlemen yang digantung atau bahkan pemilu lagi. Jika ini terjadi, maka bisa memperpanjang ketidakstabilan kebijakan dan meningkatkan peluang lepasnya target bagi Bulgaria untuk masuk zona Euro pada 2024.
Banyak lawan politik Borissov menuduhnya membiarkan korupsi merajalela selama pemerintahannya hingga memperumit fungsi-fungsi di Pemerintahan. Borissov, yang juga Ketua Partai GERB, berkuasa di Bulgaria selama satu dekade dan pemerintahannya berakhir pada tahun lalu. .
Bulgaria adalah negara termiskin di Uni Eropa dan Borissov telah menjanjikan stabilitas serta kedewasaan diplomatik yang diperlukan untuk menavigasi hubungan yang rumit antara Bulgaria dengan Rusia.
Bulgaria merupakan anggota Uni Eropa yang pro-Moskow, namun sejak invasi Rusia pada 24 Februari lalu ke Ukraina, Bulgaria berpaling dari Rusia dan menjadi anggota Uni Eropa pertama bersama Polandia, yang anti-Rusia. Bulgaria menjadi salah satu negara yang pasokan gasnya kena potong oleh Gazprom.
Selama kampanye, Borissov tampak berhati-hati dengan mengatakan bahwa dia akan mengikuti aturan Uni Eropa dan NATO terkait Rusia, tetapi saat yang sama telah mengirim sinyal kepada warga Bulgaria pro-Rusia bahwa dia dapat memulihkan hubungan kedua negara setelah perang Ukraina berakhir.
"Ada perang di dunia ... penting bagi negara untuk tetap berada di jalur Euro-Atlantik," katanya setelah memberikan suaranya.
Petkov, 42 tahun, politikus Bulgaria lulusan Universitas Harvard, yang menentang Pemerintahan Borissov, mengatakan warga Bulgaria harus memilih antara politik masa transisi yang dirusak oleh korupsi endemik atau Bulgaria yang lebih transparan, yang akan menjadi anggota Uni Eropa yang dapat diandalkan.
Analis mengatakan partai politik di Bulgaria, yang sadar akan risiko ekonomi dari perang di Ukraina, bisa melihat warga Bulgaria akan kesulitan menghadapi musim dingin ke depan. Warga juga frustrasi dengan ketidakstabilan politik sehingga dapat mengesampingkan perbedaan mereka dan memilih pemerintahan teknokrat.
REUTERS | NESA AQILA
Baca juga: Produk Ekspor Tepung Kelapa RI Tiba di Bulgaria, Selanjutnya Bumbu Rendang
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.