TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha tidak melanggar batas masa kerja delapan tahun di jabatan itu, sehingga membuka jalan baginya untuk kembali ke posisinya setelah skorsing lima minggu.
MK pada Jumat, 30 September 2022, mengumumkan keputusannya dalam kasus yang diajukan oleh oposisi untuk mendapatkan kejelasan apakah waktu Prayuth Chan-ocha sebagai pemimpin pemerintahan militer setelah kudeta delapan tahun lalu harus diperhitungkan dalam penghitungan keseluruhan masa jabatannya.
Prayuth secara resmi menjadi perdana menteri dalam pemerintahan militer pada Agustus 2014, dan diangkat kembali menjadi perdana menteri setelah pemilihan umum 2019. Jika menggunakan 2014 sebagai masa dimulainya jabatan, ia harus meletakkan jabatannya bulan lalu tepat 8 tahun.
Dia dan para pendukungnya berpendapat bahwa penghitungan mundur untuk batas masa jabatan harus dimulai ketika konstitusi saat ini mulai berlaku pada April 2017, yang akan memungkinkan dia untuk menjabat hingga 2025.
Sidang MK yang beranggotakan sembilan hakim itu mengatakan dalam pendapat mayoritas bahwa karena konstitusi mulai berlaku setelah Prayuth mengambil alih kekuasaan, batas masa jabatan tidak berlaku untuk masa jabatannya sebelumnya, karena konstitusi tidak menentukan hal itu berlaku surut.
Reuters