TEMPO.CO, Jakarta - Mochamad Rizky Fadilah, 19 tahun, kini berdiam di depan layar ponselnya selama dua jam tiap pekan untuk mengikuti kursus daring bahasa Korea dasar. Pemuda asal Bandung, Jawa Barat itu menargetkan tahun depan bisa bekerja Korea Selatan.
“Aku research kalau di Korea banyak lapangan pekerjaan untuk orang luar,” katanya pada Tempo, Sabtu, 17 September 2022.
Rizky menargetkan bisa bekerja di sektor perikanan. Dia merasa lowongan kerja di sektor tersebut terbuka lebar bagi pekerja migran Indonesia lantaran masyarakat Korea Selatan tidak terlalu tertarik bekerja di sana.
Rizky menuturkan jika ia belum memiliki keahlian di bidang perikanan sama sekali lantaran baru lulus dari SMK tahun ini. Saat ini ia rajin mencari informasi soal lembaga pelatihan kerja (LPK) agar bisa mendapatkan pengetahuan.
Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Muhammad Takdir mengatakan Indonesia kini memiliki tantangan untuk mengingkatkan pengiriman tenaga kerja ke Korea Selatan. Pasalnya negara tersebut sedang dilanda ageing population atau tingginya populasi orang tua.
Di sisi lain, kata Takdir, tingkat pengangguran di Indonesia meningkat tajam efek pandemi Covid-19. “Jadi kita perlu mencari pasar untuk pekerja semi terampil atau bahkan pekerja terampil kita untuk dikirim ke luar negeri dan memiliki pekerjaan yang baik atau penghasilan yang baik di negara yang bersangkutan,” katanya dalam acara workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea Batch 2 yang diadakan oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation, di Jakarta, Jumat, 26 Agustus 2022.
Takdir menuturkan berdasarkan data BP2MI Juni 2022, dalam dua dekade terakhir jumlah tenaga kerja terampil Indonesia meningkat hampir dua kali lipat. Pada 2019 jumlah mereka sudah mencapai 42 persen.
“Jadi saya pikir ini adalah kesempatan yang baik untuk pekerja semi-skill kami. Ketika negara-negara memiliki populasi yang menua, kami bisa mengisi kekosongan dan menggantikan para pekerja asli dengan para pekerja migran Indonesia,” ujar dia.
Merujuk data BP2MI, kata Takdir, ada 15.641 penempatan buruh migran Indonesia dan Korea Selatan berada di urutan ketiga sebagai negara tujuan (6 persen) di bawah Hong Kong (32 persen) dan Taiwan (31,6 persen).
Di sisi lain asal pekerja migran tersebut masih didominasi dari wilayah barat Indonesia: Jawa Timur (28,5 persen), Jawa Tengah (26,7 persen), Jawa Barat (17,7 persen), Bali (6,9 persen), dan Lampung (6,8 persen). “Ini menjadi peluang yang cukup baik bagi Korea Selatan untuk membantu kami dalam mengatasi kesenjangan itu,” ucap dia.
Takdir menuturkan berdasarkan data Foreign Labour Force Survey 2016, sebagian besar pekerja migran yang ada di Korea Selatan bekerja di sektor pertambangan.
“Jadi saya pikir kita dapat mengembangkan sekolah politeknik di sejumlah wilayah di Indonesia yang bisa membantu kedua negara memiliki tenaga kerja guna mengembangkan sektor pertambangan, yang mana Korea Selatan memiliki populasi menua untuk dapat bekerja di sektor itu,” katanya.
Selanjutnya: Hubungan Indonesia-Korea Diprediksi Kian Erat