TEMPO.CO, Jakarta - Warga Taiwan menanggapi latihan militer China besar-besaran dengan sikap tenang dan tidak percaya bahwa perang sudah dekat. Sebagian mengaku bangga dengan tekad pulau demokratis itu untuk mempertahankan diri.
China, menanggapi kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan pekan lalu, menurunkan kapal perang dan pesawat tempur melintasi penyangga tidak resmi antara Taiwan dan pantai China, serta melepas rudal di atas Taipei pekan lalu. Beijing bertekat melanjutkan latihan militernya, yang dinilai sebagai ancaman untuk Taiwan.
Namun sejumlah warga Taiwan, seperti Rosa Chang, melihat upaya China sebagai kekanak-kanakan.
"Ini seperti sekelompok anak yang mengancam Anda dan memberi tahu Anda apa yang harus dilakukan. China benar-benar tidak harus melakukan semua ini," kata Chang, yang anaknya ambil bagian dalam latihan militer Taiwan, di Pingtung pekan ini.
Lou Wei-Chieh, seorang pejabat militer Taiwan, mengatakan kepada wartawan bahwa latihan perang dengan senjata berat dilakukan rutin setiap tahun dan "tidak terkait dengan situasi saat ini".
China mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya dan tidak pernah mengesampingkan untuk mengambilnya dengan paksa, jika perlu.
Taiwan menolak klaim kedaulatan China, mengatakan penduduk pulau itu harus memutuskan masa depannya dan bersumpah untuk mempertahankan demokrasi dan kebebasannya. Taiwan mengatakan China menggunakan perjalanan Pelosi sebagai dalih untuk melakukan intimidasi yang telah lama dilakukan.
"Kami hanya orang biasa, tidak ada yang bisa kami lakukan," kata seorang pria bernama Chen yang juga menonton latihan perang di pantai Pingtung, Selat Taiwan. "Jika terjadi sesuatu, tidak ada yang bisa kita lakukan."
Banyak orang di Taiwan mengatakan bahwa mereka terbiasa dengan keributan selama beberapa dekade dan tidak melihat alasan untuk khawatir.
Taiwan telah hidup di bawah ancaman invasi China sejak 1949 ketika pemerintah Republik China melarikan diri ke pulau itu setelah kalah dalam perang saudara dengan Partai Komunis Mao Zedong.
Warga Taiwan Tak Khawatir
Sebuah jajak pendapat yang diterbitkan minggu ini oleh Asosiasi Riset Opini Publik China Taiwan menunjukkan bahwa 60% responden tidak begitu khawatir atau tidak khawatir sama sekali bahwa akan ada perang antara Taiwan dan China.
"Kami tidak merasa gugup," kata Jenny Cheng, pegawai negeri berusia 23 tahun. "Tidak ada yang istimewa yang akan terjadi."
Robert Tsao, pendiri dan mantan ketua pembuat chip Taiwan United Microelectronics Corp, pekan lalu berjanji untuk menyumbangkan NT$3 miliar (hampir Rp1,5 troliun) untuk membantu Taiwan memperkuat pertahanannya.
China mengatakan minggu ini akan melakukan lebih banyak latihan yang berfokus pada operasi anti-kapal selam dan serangan laut - membenarkan kekhawatiran beberapa analis keamanan dan diplomat bahwa mereka akan terus menekan pertahanan Taiwan.
Tetapi di pulau Liuqiu, sebuah tempat wisata yang indah di dekat salah satu daerah di mana militer China melakukan latihan pekan lalu, sebagian besar orang tidak peduli.
"Rasanya sangat normal," kata Chung Ping, 30 tahun, yang memiliki asrama menyelam.
Dia mengatakan tidak ada yang membatalkan pemesanan liburan mereka. "Tidak mungkin konflik akan terjadi."
Reuters