Ke-11 penggugat menuduh bahwa penjaga keamanan melakukan penggerebekan di desa-desa setempat, di mana mereka menyerang penduduk yang tidak bersalah dengan dalih membasmi tersangka separatis.
Seorang korban bersaksi dirinya tengah hamil delapan bulan pada 2001 ketika tentara memaksanya untuk melompat berulang kali. Wanita itu mengidentifikasi penyerang sebagai seorang tentara dengan tanda 113 di seragamnya. Dia mengatakan tentara itu bekerja untuk ExxonMobil.
Kesaksian ini diperkuat dengan keterangan saksi lain yang mampu mengidentifikasi pelaku saat menunggu bus sekolah di luar fasilitas ExxonMobil setiap hari. Berdasarkan bukti ini, pengadilan memutuskan bahwa juri dapat “menyimpulkan bahwa ada hubungan kerja antara militer dan tergugat (ExxonMobil)”.
Sementara pelapor lain bersaksi bahwa pada Januari 2001, suaminya, dibawa kembali ke rumah oleh tentara setelah beberapa hari menghilang. Ketika sampai di rumah, dia melihat suaminya hanya mengenakan pakaian dalam, lengannya dipotong, dan dia kehilangan satu matanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, suaminya kesakitan, shock dan terus menangis sepanjang malam.
Kemudian ketika dia bisa berbicara, suaminya memberi tahu dia bahwa dia telah diculik oleh tentara yang bekerja di Point A, tempat pasukan keamanan ExxonMobil berada, dan kemudian tangannya dipotong dan matanya dicungkil
Berdasarkan bukti itu, pengadilan memutuskan, “juri dapat menyimpulkan bahwa tentara yang menculik dan menyiksa John Doe bertindak di Titik A dan memberikan perlindungan kepada ExxonMobil.”
Pada April lalu, ExxonMobil diganjar hukuman yang jarang terjadi setelah Lamberth memutuskan bahwa raksasa minyak itu harus membayar US$ 288.900,78 untuk biaya dan pengeluaran hukum pengacara E-11 penggugat asal Aceh, setelah deposisi yang gagal.
Baca juga: Pengadilan Amerika Serikat Jatuhkan Denda kepada ExxonMobil, Terkait Kasus Aceh
SUMBER: NATION WORLD NEWS | AL JAZEERA