TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Jepang akan mengadakan upacara pemakaman kenegaraan untuk mantan Perdana Menteri Shinzo Abe pada 27 September, di tengah penolakan warga yang tidak setuju negara mendanai upacara untuk perdana menteri terlama itu.
Abe, perdana menteri selama lebih dari delapan tahun dalam dua periode dan sangat berpengaruh di Partai Demokrat Liberal (LDP) berkuasa bahkan setelah meninggalkan jabatannya, ditembak mati dua minggu lalu saat kampanye.
Pemakamannya diadakan segera setelah itu, tetapi kabinet memutuskan pada hari Jumat bahwa upacara kenegaraan akan diadakan pada 27 September di Nippon Budokan di pusat Tokyo.
"Kami membuat keputusan ini, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, karena rekor Abe sebagai perdana menteri terlama, di mana ia menggunakan keterampilan kepemimpinan yang berbeda dari yang lain dan memikul tanggung jawab berat untuk menangani sejumlah masalah domestik dan internasional yang serius," kata kepala sekretaris kabinet Hirokazu Matsuno pada konferensi pers, Jumat, 22 Juli 2022.
Upacara akan sepenuhnya dibiayai oleh dana negara yang kemungkinan akan diambil dari cadangan anggaran, katanya.
Pemakaman kenegaraan terakhir untuk seorang mantan perdana menteri yang dibiayai sepenuhnya oleh dana negara adalah pada 1967, dengan pemakaman dibayar sebagian oleh negara dan sebagian oleh LDP.
Namun rencana pemerintah itu mendapat penentangan. Sekitar 200 orang berkumpul di dekat kantor PM di Tokyo untuk memprotes keputusan tersebut. Penolakan juga disuarakan di media sosial karena pemakaian uang pajak, hingga tudingan pemerintah memanfaatkan kematian Abe untuk kepentingan politik.
Pada Kamis, 50 orang mengajukan gugatan di pengadilan Tokyo untuk menghentikan penggunaan dana publik dalam upaacara tersebut, dengan mengatakan seharusnya ada lebih banyak diskusi sebelum membuat keputusan.
Dalam jajak pendapat yang dilakukan lembaga penyiaran publik NHK, ada 49 persen responden mendukung gagasan upacara pemakaman kenegaraan, dan topik tersebut menjadi tren di media sosial pada hari Jumat.
Di Twitter, seorang pengguna dengan nama panggilan 'Yuki no Imogai' memposting, "(Perdana Menteri Fumio) Kishida selalu membual bahwa dia mendengarkan orang-orang, jadi mengapa dia tidak melakukannya sekarang?"
Yang lain membandingkan rencana tersebut dengan tanggapan pemerintah terhadap pandemi Covid-19, dengan kasus-kasus baru melonjak ke level rekor di Jepang minggu ini.
"Mengingat mereka tidak melakukan apa-apa tentang pandemi, bagaimana mereka bisa memutuskan ini begitu cepat?", diposting pengguna Twitter 'Heron'.
"Ambil uang yang akan Anda gunakan untuk pemakaman dan lakukan sesuatu tentang virus corona."
Reuters | Kyodo