TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Joe Biden mempertanyakan klaim kemenangan Presiden Rusia atas kota Mariupol. Menurut Biden, kota pelabuhan di Ukraina timur itu belum sepenuhnya jatuh ke pelukan Moskow.
“Pertama-tama, patut dipertanyakan apakah dia (benar-benar) mengendalikan Mariupol,” kata Biden kepada wartawan di Washington, seperti dikutip Global News, Kamis, 21 April 2022.
Biden sendiri menyarankan supaya Putin lebih menyoroti izin koridor kemanusiaan, untuk membiarkan orang-orang di pabrik Mariupol dan tempat-tempat lain yang terkubur di bawah reruntuhan, untuk keluar.
“Itulah yang akan dilakukan kepala negara mana pun dalam keadaan seperti itu, jadi belum ada bukti bahwa Mariupol telah sepenuhnya jatuh," kata Biden.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Kamis, tak menyangkal Rusia mengendalikan sebagian besar kota, tetapi pasukan Ukraina tetap berada di sebagian lainnya. Sebelumnya, menteri pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan pasukannya menguasai sebagian besar Mariupol.
Sisa pasukan Ukraina yang ada di Mariupol, sekarang bersembunyi di pabrik baja Azovstal, tempat mereka melawan pengepungan Rusia. Azovstal memiliki fasilitas metalurgi terbesar di Eropa, dengan seluas 11 km persegi, bangunan besar, bunker bawah tanah, dan terowongan.
Adapun sebelum mengklaim kemenangan, Putin memerintahkan penyerbuan ke pabrik Azovstal di Mariupol dibatalkan untuk melindungi pasukan. Namun ia ingin pabrik baja itu diblokade.
Shoigu mengatakan kepada Putin bahwa Rusia telah menewaskan lebih dari 4.000 tentara Ukraina, sebanyak 1.478 orang telah menyerahkan diri. Angka-angka itu tidak dapat diverifikasi. Dua dari mereka yang menyerah adalah orang Inggris.
Menurut penasihat Presiden Ukraina, Oleksiy Arestovych, keputusan Putin membatalkan penyerbuan ke Mariupol, menunjukkan Rusia tak mampu mengalahkan mereka. "Mereka (Rusia) secara fisik tidak dapat mengambil Azovstal, mereka telah mengalami kerugian besar di sana dan mereka memahami," katanya.
Ukraina memperkirakan puluhan ribu warga sipil tewas di Mariupol. Beberapa di antaranya telah dimakamkan di kuburan massal, yang lain dipindahkan dari jalan-jalan oleh pasukan Rusia menggunakan truk kremasi untuk membakar mayat.
PBB dan Palang Merah mengatakan jumlah korban sipil masih belum diketahui, namun diperkirakan mencapai ribuan orang. Zelensky menyebut, saat ini sekitar 120.000 warga sipil masih berada di kota Mariupol.
Kesepakatan sebelumnya untuk membuat koridor kemanusiaan bagi warga sipil untuk meninggalkan Mariupol gagal pada 5 Maret. Sejak itu, upaya berulang kali untuk menciptakan koridor yang aman telah gagal, dengan Rusia dan Ukraina saling menyalahkan.
Reuters