Mariupol, yang dulu berpenduduk 400.000 orang, menjadi pusat pertempuran paling intens dari perang sejak 24 Februari, tetapi juga bencana kemanusiaan terburuk.
Ukraina memperkirakan puluhan ribu warga sipil tewas di Mariupol. PBB dan Palang Merah mengatakan korban sipil setidaknya ribuan.
Wartawan yang mencapai Mariupol selama pengepungan menemukan jalan-jalan penuh dengan mayat, hampir semua bangunan hancur, dan penduduk meringkuk kedinginan di ruang bawah tanah. Mereka hanya keluar untuk memasak sisa makanan di kompor darurat atau mengubur mayat di kebun.
Pasukan Ukraina tetap berada di dalam kompleks baja Azovstal, salah satu fasilitas metalurgi terbesar di Eropa, seluas 11 km persegi dengan bangunan besar, bunker bawah tanah, dan terowongan.
Walikota Mariupol, Vadym Boichenko, mengatakan kepada Reuters pada hari Kamis bahwa hanya Putin yang dapat memutuskan nasib 100.000 warga sipil yang masih terjebak di kota itu.
"Penting untuk dipahami bahwa kehidupan yang masih ada, mereka hanya berada di tangan satu orang - Vladimir Putin. Dan semua kematian yang akan terjadi setelah sekarang akan ada di tangannya juga," kata Boichenko.
Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk mengatakan 1.000 warga sipil dan 500 tentara yang terluka harus segera dibawa keluar dari pabrik. Ia menyalahkan pasukan Rusia atas kegagalan membangun koridor aman yang telah disepakati.
Moskow mengatakan Rusia telah memindahkan 140.000 warga sipil dari Mariupol dalam evakuasi kemanusiaan. Kyiv mengatakan beberapa dideportasi secara paksa, yang akan dianggap sebagai kejahatan perang.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres pada hari Selasa mengusulkan jeda kemanusiaan empat hari untuk pertempuran selama periode Paskah Ortodoks. Sebagian besar warga Ukraina dan Rusia adalah penganut Kristen Ortodoks, dan merayakan Minggu Paskah pada 24 April lusa.
Reuters
Jurnalis Tempo Raymundus Rikang melaporkan konflik Rusia - Ukraina secara langsung dari Ukraina. Simak laporan-laporan terkini eksklusif hanya di Tempo, klik bit.ly/TempoDariUkraina