TEMPO.CO, Jakarta - Junta Myanmar menyatakan tidak akan berunding dengan pasukan oposisi. Sebaliknya, pihak militer Myanmar menyebut pihak oposisi adalah teroris dan bersumpah akan memusnahkan mereka.
Pernyataan ini diungkapkan oleh Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing pada Hari Angkatan Bersenjata, Minggu, 27 Maret 2022. Militer yang dikenal sebagai Tatmadaw merayakan hari jadinya dengan parade pasukan dan senjata di ibu kota Naypyitaw. Perayaan ini adalah yang kedua kali sejak kudeta terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyo pada 1 Februari 2021.
Para pengunjuk rasa anti-kudeta turun ke jalan-jalan di Myanmar pada Minggu pagi. Massa membawa papan bertema "mencabut militer fasis."
Pemimpin Junta Min Aung Hlaing dalam pidatonya menolak pembicaraan apapun dengan oposisi yang disebutnya teroris. "Saya ingin mengatakan Tatmadaw tidak akan lagi mempertimbangkan negosiasi dengan kelompok teroris dan pendukungnya untuk membunuh orang yang tidak bersalah, dan akan memusnahkan mereka sampai akhir," kata Min Aung Hlaing.
Junta menuduh militan oposisi membunuh warga sipil dan pasukan keamanan dalam kampanye perlawanannya. Sebaliknya para aktivis mengatakan militer telah membunuh ratusan orang sejak kudeta.
Pemerintah bayangan dari pemerintahan yang digulingkan, Pemerintah Persatuan Nasional atau NUG mengatakan pada hari Minggu bahwa rakyat Myanmar akan mencabut militer yang fasis hingga ke akarnya. "Bersama dengan jiwa pahlawan yang hilang, kita akan berjuang sampai akhir yang pahit," kata juru bicara NUG Dr. Sasa dalam sebuah pernyataan.
Myanmar telah dilanda kekerasan sejak militer merebut kekuasaan. Selama satu dekade sebelum kudeta militer, Myanmar adalah negara demokrasi.
Lebih dari 1.700 orang telah tewas dan hampir 13.000 ditangkap, menurut kelompok hak asasi Assistance Association for Political Prisoners (AAPP). Otoritas militer mengatakan angka AAPP dibesar-besarkan. PBB pekan lalu mengatakan tentara melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Baca: Biden Tetapkan Militer Myanmar Lakukan Genosida pada Rohingya
REUTERS