TEMPO.CO, Jakarta - Wartawan senior Goenawan Mohamad menyampaikan rasa hormat serta solidaritas kepada Jurnalis TV Rusia, Marina Ovsyannikova, yang vokal menentang invasi Presiden Vladimir Putin ke Ukraina.
Ovsyannikova adalah jurnalis televisi pemerintah Rusia Channel One, yang muncul dengan membawa poster mengecam invasi ke Ukraina dan sensor terhadap pers di belakang pembaca berita dalam sebuah siaran langsung.
Menurut GM, demikian Goenawan sering disapa, kemunculan Ovsyannikova yang memprotes sensor layar kaca seputar informasi serangan Putin terhadap Ukraina, patut dijadikan sebagai contoh.\
Marina Ovsyannikova muncul di belakang pembaca berita saluran TV Channel One, Senin, 14 Maret 2022, Gambar diam ini diperoleh dari video yang diunggah pada 14 Maret. Channel One/via REUTERS
Salah satu pendiri Tempo ini, menilai Ovsyannikova memiliki nyali besar kala bersuara di negeri yang memakai kata “perang Ukraina” saja, bisa dipenjarakan.
"Marina Ovsyannikova adalah tauladan keberanian dan integritas. Ia melawan sikap penguasa yang menganggap rakyat seperti kerbau yang dicocok hidungnya," kata GM dalam sebuah pernyataan yang diterima pada Rabu, 16 Maret 2022.
"Bersama jurnalis dan penulis Indonesia yang lain, saya sampaikan rasa hormat dan solidaritas kepadanya," katanya.
Ovsyannikova adalah seorang editor di Channel One milik Rusia. Ia menyerbu lokasi siaran langsung berita malam pada Senin, 14 Maret 2022 dengan memegang poster yang memprotes invasi Rusia dan meneriakkan hentikan perang.
Kekhawatiran akan nasib Ovsyannikova dengan cepat muncul setelah seorang pengacara hak asasi manusia mengatakan bahwa dia tidak bisa dihubungi selama beberapa jam. Namun sebuah foto muncul pada Selasa sore yang menunjukkan Ovsyannikova selamat dengan pengacaranya.
Ovsyannikova mengatakan kepada wartawan bahwa dia tidak tidur selama dua hari setelah protes anti-perangnya itu. Dia juga mengaku telah diinterogasi oleh pihak berwenang Rusia selama lebih dari 14 jam.
Sebelumnya, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebut protes itu sebagai hooliganisme. Protes akan ditangani oleh jaringan dan organisasi terkait. Pada akhirnya, Ovsyannikova diwajibkan membayar denda 30.000 rubel atau setara Rp 3 juta oleh pengadilan.
Kantor berita Rusia, TASS, melaporkan pada Senin, mengutip sumber anonim, bahwa Komite Investigasi Rusia telah meluncurkan penyelidikan awal terhadap jurnalis tersebut. Ada kemungkinan bahwa Ovsyannikova dapat menghadapi tuntutan tambahan.
Sejak Putin mengumumkan invasi Ukraina Februari lalu, Pemerintah Rusia telah menerapkan undang-undang baru yang dirancang untuk menindak perbedaan pendapat anti-perang. Undang-undang yang disahkan pada 4 Maret, melarang warganya mendiskreditkan tentara Rusia dan menyebarkan berita palsu. Pelanggaran itu bisa menyebabkan pelaku dihukum penjara hingga 15 tahun.
Guardian melaporkan, lebih dari dua lusin outlet media Rusia telah berhenti beroperasi atau diblokir oleh regulator media negara itu sejak invasi ke Ukraina. Banyak organisasi berita internasional dan platform media sosial, termasuk BBC dan Meta, juga telah dilarang.