TEMPO.CO, Jakarta - Aksi unjuk rasa digelar masyarakat Rusia di sejumlah kota termasuk Moskow, St Petersburg, dan Yekaterinburg, untuk menentang keputusan Presiden Vladimir Putin menyerang Ukraina, Kamis, 24 Februari 2022.
Para demonstran meneriakkan slogan anti-perang dan memegang tanda-tanda darurat. Satu di antara mereka bahkan ada yang mengibarkan bendera
Ukraina.
Protes tersebut mendapat respons dari aparat setempat. Menurut OVD-Info, pada pukul 21.39 waktu setempat, polisi telah menahan 1.667 orang dalam aksi unjuk rasa di 53 kota.
Jumlah penangkapan ini jadi yang terbanyak setelah protes aktivis pada tahun lalu, yang memenjarakan oposisi Kremlin, Alexei Navalny.
"Saya ditahan dalam perjalanan keluar dari rumah," tulis Marina Litvinovich di Telegram, seperti dikutip Reuters pada Jumat, 25 Februari 2022.
Litvinovich adalah seorang aktivis yang berbasis di Moskow. Sebelum demonstrasi, dia menyeru orang-orang Rusia lewat sebuah unggahan Facebook pada Kamis pagi, untuk menggelar protes menentang invasi Ukraina.
"Kita akan membersihkan kekacauan ini sampai bertahun-tahun mendatang. Bukan kita. Tapi anak-anak dan cucu-cucu kita. Yang kita lihat hanyalah penderitaan orang yang sekarat. Sayangnya, Rusia sedang menderita," tulisnya di unggahan Facebook.
Sementara itu, Pemerintah Rusia mengancam akan memblokir laporan media yang bertentangan dengan kebijakan Moskow sebagai informasi palsu. Mereka juga telah memberikan peringatan warganya melalui Komite Investigasi, supaya tidak ikut aksi protes.
Sejak pengumuman invasi dari Putin, suasana mencekam terjadi di Kyiv karena rudal telah menghujani kota-kota Ukraina dan lainnya. NATO dan sekutu menggelar pertemuan puncak pada Kamis malam.
Pada Kamis, unjuk rasa terjadi juga di 11 negara termasuk di Tokyo, Tel Aviv, New York dan sejumlah wilayah Eropa untuk menentang
Rusia invasi Ukraina. Bintang pop, jurnalis, komedian televisi, dan pemain sepak bola juga menentang perang melalui unggahan media sosial.
Reuters