TEMPO.CO, Jakarta - Rakyat Ukraina rata-rata tak percaya bahwa Rusia benar-benar akan melakukan invasi seperti yang telah diperingatkan oleh Amerika Serikat. Sebelumnya Gedung Putih menyatakan khawatir bahwa invasi Rusia akan segera terjadi di Ukraina.
Menurut seorang warga Ukraina yang melarikan diri dari wilayah Donetsk, pernyataan Presiden Joe Biden itu dirancang untuk membantu Partai Demokrat memenangkan kursi Senat di musim gugur.
“Pada musim gugur, Biden akan terlihat seperti pahlawan super, seorang superman. Karena dia dipikir berjasa mencegah Perang Dunia III,” ujar perempuan bernama Oksana Afenkina, yang tinggal di ibukota Ukraina, Kyiv. Ia meninggalkan Donetsk pada 2020.
Afenkina adalah salah satu dari mayoritas orang Ukraina yang tidak percaya bahwa Rusia akan menyerang negara tetangganya itu. Ketika ketegangan meningkat dengan lebih dari 150.000 tentara Rusia di sepanjang perbatasan di Krimea, hanya satu dari lima orang Ukraina yang berpikir konflik skala penuh tidak dapat dihindari.
Hanya 20,4 persen orang Ukraina percaya bahwa invasi skala penuh akan segera terjadi, dan hanya 4,4 persen yang bersikeras bahwa itu pasti terjadi, menurut survei oleh Institut Gorshenin, sebuah lembaga survei independen, yang dilakukan antara 2 Februari dan 14. Sebanyak 62,5 persen yang mengejutkan berpikir bahwa invasi tidak akan terjadi dalam waktu terdekat.
Sebaliknya, beberapa orang Ukraina seperti Afenkina berpendapat bahwa negara bekas Soviet yang berpenduduk 44 juta jiwa itu hanyalah pion dalam permainan geopolitik di Amerika Serikat. Ukraina hanya menjadi alat untuk mengkonsolidasikan dukungan dan mendapatkan suara.
“(Politisi AS) bermain, mereka menggertak, karena pesan seperti itu menggerakkan pasar saham, membantu bisnis dan memecahkan masalah pribadi” ujar Afenkina, wanita berusia 35 tahun tersebut.
Ketidakpercayaan terhadap pecahnya perang antara Rusia dan Ukraina berjalan seiring dengan ketidakpercayaan di Barat, menurut seorang pengamat. "Ada sikap kritis terhadap prediksi dari Barat, yaitu alarm bahwa akan ada invasi, serta penilaian kekuatan (Ukraina) sendiri," kata Ihar Tyshkevich yang berbasis di Kyiv, seorang analis politik Belarusia di Institut Ukraina untuk Masa Depan, kepada Al Jazeera.
Ribuan orang Ukraina bertempur dalam perang terakhir dengan Rusia. Banyak yang sekarang menjadi cadangan aktif, siap untuk kembali ke garis depan. Mereka bersiap melawan Rusia – cara mereka melawan separatis yang didukung Moskow sejak 2014.
“Bagi Ukraina, ini adalah ancaman. Tapi bukan malapetaka,” kata Tyshkevich. “Putin, sekali lagi, mencapai efek sebaliknya pada publik Ukraina."
Pada Senin, 21 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kemerdekaan dua wilayah yang memisahkan diri dari Ukraina. Kedua wilayah di Ukraina timur yang dikuasai pemberontak pro-Rusia itu memproklamasikan diri menjadi Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk.
Tindakan Putin itu dipastikan akan meningkatkan ketegangan di Ukraina. Putin mengatakan kepada kementerian pertahanan Rusia untuk mengerahkan pasukan ke dua wilayah itu untuk "menjaga perdamaian" dalam sebuah dekrit yang dikeluarkan tak lama setelah mengumumkan pengakuan bagi separatis yang didukung Rusia di sana, yang menarik kecaman AS dan Eropa dan ancaman sanksi baru.
Baca: Rusia Akui Kemerdekaan Separatis Donbass, Krisis Ukraina Masuki Babak Baru
AL JAZEERA | REUTERS