TEMPO.CO, Jakarta - Dua orang tewas dan 38 terluka dalam serangan granat terhadap unjuk rasa pro-militer di Myanmar timur pada Selasa, 1 Februari 2022. Protes anti-kudeta terjadi di Myanmar dalam peringatan setahun pertama militer merebut kekuasaan.
Sejauh ini belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Para aktivis memperingati kudeta militer dengan mogok massal menentang junta dan bertepuk tangan ramai-ramai.
Kudeta militer mengakhiri demokrasi singkat di Myanmar. Milter menggulingkan pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi tahun lalu. Hal ini telah memicu protes massa dan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat. Selama setahun berkuasa, junta militer telah membuhuh lebih dari 1.500 orang warga sipil.
Penduduk di seluruh pusat komersial Yangon dan di kota Mandalay bertepuk tangan secara massal pada pukul 4 sore kemarin. Tepuk tangan itu menandai berakhkirnya aksi diam terhadap kudeta.
"Kami bertepuk tangan," kata seorang warga Mandalay. "Rumah-rumah lain di lingkungan saya juga bertepuk tangan."
Media lokal melaporkan bahwa 10 orang ditangkap karena ikut serta dalam aksi protes tersebut di Yangon.
Pada Selasa, 1 Februari 2022, junta militer telah memerintahkan toko-toko tetap buka. Namun jalan-jalan di Yangon mulai kosong pada pukul 10 pagi, pemandangan yang sama terjadi di Mandalay dan wilayah Tanintharyi selatan.
Pasar batu giok terkenal di Mandalay telah dibuka sejak pagi hari namun lalu lintas masih sepi, kata seorang penduduk kepada AFP yang dilansir dari Channel News Asia. "Saya tinggal di rumah bermain game online untuk berpartisipasi dalam pemogokan diam-diam."
Menjelang peringatan kudeta, junta militer mengancam akan menyita bisnis yang tutup. Militer juga memperingatkan bahwa demonstrasi atau berbagi propaganda anti-militer dapat mengarah pada tuduhan makar atau terorisme.
Baca: Peringatan 1 Tahun Kudeta Myanmar, Kemenlu Ingatkan 5 Konsensus
CHANNEL NEWS ASIA