TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Kamboja Hun Sen tidak berusaha menemui pemimpin Myanmar terguling Aung San Suu Kyi selama kunjungannya ke negara itu pekan ini, dan akan menempuh "pendekatan berbeda" menyikapi krisis di sana.
Pernyataan yang disampaikan Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn itu mengindikasikan bahwa Kamboja, yang merupakan ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ASEAN tahun ini, mungkin akan mengundang pejabat junta Myanmar ke pertemuan ASEAN.
ASEAN telah mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan tidak mengikutsertakan pemimpin junta Myanmar dalam KTT tahun lalu.
Hun Sen, yang merebut kekuasaan dalam kudeta 1997 dan dalam pemilihan berikutnya dikritik atas tindakan keras terhadap lawan politiknya, kembali dari Myanmar pada Sabtu, 7 Januari 2022, setelah kunjungan selama dua hari.
Kunjungannya adalah yang pertama dilakukan oleh seorang kepala pemerintahan sejak tentara menggulingkan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021, yang memicu protes selama berbulan-bulan dan tindakan keras yang mematikan.
Tentara Myanmar mengatakan pengambilalihan kekuasaan adalah tanggapan atas kecurangan pemilu dan sejalan dengan konstitusi.
Media pemerintah Myanmar pada Sabtu melaporkan bahwa Min Aung Hlaing berterima kasih kepada Hun Sen karena "berpihak pada Myanmar".
Prak Sokhonn, yang menemani Hun Sen ke Myanmar, membantah perjalanan itu berarti Kamboja mendukung junta Myanmar.
Sebaliknya, dia mengatakan itu adalah cara lain untuk bekerja menerapkan Konsensus Lima Poin--sebuah rencana perdamaian yang telah disepakati dan diadopsi oleh para pemimpin ASEAN sejak April 2021.
Dia juga menegaskan bahwa Hun Sen tidak meminta untuk bertemu dengan Suu Kyi, peraih Nobel yang ditahan sejak kudeta militer tahun lalu. Suu Kyi menghadapi belasan tuntutan pidana.
Prak Sokhonn, yang diperkirakan akan menjabat sebagai utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, mengatakan penolakan utusan khusus saat ini, yang masih dijabat oleh Menlu Brunei Darussalam untuk berkunjung ke Myanmar tanpa jaminan dia bisa bertemu dengan Suu Kyi, tidak produktif.
"Jika mereka membangun tembok tebal dan kita menggunakan kepala kita untuk memukulnya, itu tidak berguna. Kamboja menggunakan pendekatan berbeda untuk mencapai Konsensus Lima Poin," kata Prak Sokhonn.
ANTARA | REUTERS