TEMPO.CO, Jakarta - Seorang mantan menteri Jepang sedang mendesak pemerintahnya mendukung rezim militer Myanmar demi melancarkan investasi miliaran dolar, demikian dilaporkan Reuters, Selasa, 21 Desember 2021.
Hideo Watanabe, 87 tahun, yang memimpin Asosiasi Myanmar Jepang (JMA), dalam sebuah pernyataannya, mengatakan pemimpin kudeta negara itu telah "tumbuh secara fantastis sebagai manusia", sambil memuji "upaya demokratisasinya".
Dalam sambutan pada sebuah acara, yang transkripnya dibaca Reuters, ia juga mengatakan sedang mengejar investasi pusat perbelanjaan senilai $42 juta dalam ikatan dengan sebuah perusahaan terkait dengan konglomerat tentara yang terkena sanksi.
Dorongan terang-terangan Watanabe untuk keterlibatan kembali Jepang dengan pemerintah militer Myanmar bertentangan dengan sikap resmi Tokyo, yang telah memotong bantuan baru dan meminta militer untuk menghentikan kekerasan.
Jepang berusaha menyeimbangkan dukungannya untuk demokrasi Myanmar dengan upaya melawan pengaruh Cina di sana, kata para pejabat dan analis.
Watanabe dan Asosiasi Myanmar Jepang (JMA) menolak berkomentar, begitu pula Kementerian Luar Negeri Jepang.
Posisinya juga menimbulkan dilema bagi beberapa perusahaan besar Jepang yang mensponsori JMA – semacam kelompok lobi dan pertukaran informasi untuk investasi Myanmar di Jepang yang ia dirikan, kata para pemimpin bisnis dan aktivis.
Anggota JMA ini, seperti perusahaan multinasional lainnya, berada di bawah tekanan dari para aktivis untuk menjauh dari investasi mereka di Myanmar, termasuk di zona ekonomi khusus yang Watanabe bantu bangun.
Watanabe, yang juga mengatakan perebutan kekuasaan oleh militer di Myanmar adalah "halal", membuat pernyataannya pada pertemuan reguler JMA pada 30 Juni, ketika membahas perjalanannya baru-baru ini ke negara itu, di mana ia bertemu dengan pemimpin junta Min Aung Hlaing.
Komentarnya pertama kali dilaporkan oleh publikasi bisnis Toyo Keizai dalam bahasa Jepang, dicetak dalam buletin yang diedarkan ke sponsor asosiasi dan dilihat oleh Reuters.
Setidaknya enam perusahaan telah keluar dari JMA tahun ini dan satu perusahaan anggota menolak pernyataan Watanabe, menurut perusahaan yang terlibat.
Perusahaan itu, XYMAX Corp, sebuah perusahaan manajemen properti, mengatakan telah menyatakan keprihatinannya kepada JMA tentang posisi asosiasi dalam kudeta beberapa kali tahun ini.
“Kami sama sekali tidak mendukung kudeta, dan kami tidak dapat mendukung komentar yang tampaknya mendukung kudeta. Tidak ada perubahan dalam posisi kami di sana," kata Ryuhei Mori, seorang eksekutif untuk bisnis internasional di XYMAX, kepada Reuters.
Berikutnya: Sikap Toyota, Suzuki dan Mitsubishi