TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah AS memberlakukan pembatasan investasi dan ekspor pada lusinan perusahaan Cina, termasuk pembuat drone terkemuka DJI karena dianggap terlibat dalam penindasan minoritas Muslim Uyghur atau membantu militer.
Tindakan baru pemerintahan Presiden Joe Biden ini semakin meningkatkan ketegangan antara dua ekonomi teratas dunia.
Amerika Serikat menyalahkan DJI dan tujuh perusahaan teknologi lainnya karena mendukung "pengawasan dan pelacakan biometrik" Uyghur, sehingga Departemen Keuangan AS menambahkan mereka ke daftar entitas yang dicurigai memiliki hubungan dengan militer Cina dan melarang orang Amerika memperdagangkan sekuritas mereka.
Secara terpisah, Departemen Perdagangan menambahkan Akademi Ilmu Kedokteran Militer dan 11 lembaga penelitiannya ke dalam daftar hitam perdagangan, yang membatasi akses ke ekspor AS. Lembaga tersebut dinilai membuat "persenjataan kontrol otak", namun tidak dijelaskan definisi teknologinya.
Departemen tersebut juga menambahkan HMN International, sebelumnya Huawei Marine, Jiangsu Hengtong Marine Cable Systems, Jiangsu Hengtong OpticElectric, Shanghai Aoshi Control Technology, dan Zhongtian Technology Submarine Cable ke dalam daftar atas tuduhan mencuri atau mencoba untuk mencuri teknologi dari Amerika Serikat untuk membantu memodernisasi Tentara Pembebasan Rakyat.
Kedutaan Cina di Washington menyebut tindakan itu sebagai "penindasan yang tidak beralasan" dan melanggar aturan perdagangan bebas. "Pengembangan bioteknologi Cina selalu untuk kesejahteraan umat manusia. Tuduhan AS sama sekali tidak berdasar," kata juru bicara kedutaan Liu Pengyu dalam email.
Disebutkan juga, Beijing akan mengambil semua tindakan untuk menegakkan kepentingan perusahaan dan lembaga penelitian Cina.
Pakar PBB dan kelompok hak asasi memperkirakan bahwa lebih dari satu juta orang, terutama Uyghur dan anggota minoritas Muslim lainnya, telah ditahan dalam beberapa tahun terakhir di sistem kamp yang luas di Xinjiang.
Cina menyangkal pelanggaran hak di Xinjiang dan telah melawan "campur tangan" AS dan bersumpah untuk melindungi perusahaannya dari sanksi AS.
Menteri Perdagangan Gina Raimondo mengatakan Cina memilih menggunakan bioteknologi "untuk mengejar kendali atas rakyatnya dan penindasannya terhadap anggota kelompok etnis dan agama minoritas."
"Kami tidak dapat membiarkan komoditas, teknologi, dan perangkat lunak AS yang mendukung ilmu kedokteran dan inovasi bioteknik dialihkan ke penggunaan yang bertentangan dengan keamanan nasional AS," katanya dalam sebuah pernyataan.
Pengumuman hari Kamis ditambah dengan larangan investasi minggu lalu pada perusahaan pengenalan wajah Cina SenseTime dapat memperburuk hubungan yang sudah tidak mulus antara Beijing dan Washington, meskipun Presiden Joe Biden dalam pertemuan virtual November dengan pemimpin China Xi Jinping mencoba membangun "pagar pembatas" untuk mencegah dua negara adidaya meluncur ke arah konflik.
Kamis lalu, Senat mengesahkan Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uyghur. Biden mengatakan dia akan menandatanganinya menjadi undang-undang. RUU itu akan melarang impor dari wilayah Xinjiang Cina karena kekhawatiran tentang kerja paksa.
Berikutnya: Dari Huawei sampai Kabel Internet Bawah Laut