TEMPO.CO, Jakarta - Alexander Matheou, Direktur Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah untuk wilayah Asia-Pasifik memperingatkan pengiriman pengungsi Rohingya ke Bhasan Char bukan berarti masalah selesai. Masalah serius akan tetap ada di Bhasan Char, yang merupakan pulau terpencil di selatan Bangladesh dan sekarang berubah fungsi sebagai tempat menampung pengungsi Rohingya.
Peringatan itu disampaikan Matheou ketika para pejabat di Bangladesh bersiap kembali mengirimkan ribuan pengungsi etnis minoritas Rohingya ke wilayah itu pada minggu ini.
Sejak Desember lalu, Bangladesh telah memindahkan sekitar 19 ribu pengungsi Rohingya ke Bhasan Char. Rohingya adalah etnis minoritas, yang sebagian besar beragama Islam dari Myanmar.
Mereka mengungsi dari Myanmar ke Bangladesh lewat darat untuk menghindari penganiayaan. Kelompok HAM menyamakan Bhasan Char di selatan Bangladesh dengan pulau penjara.
Pengungsi etnis Rohingya yang terdampar di pesisir pantai Kuala Simpang Ulim berada dalam tenda sementara di pulau Idaman, Aceh Timur, Aceh, Ahad, 6 Juni 2021. Lembaga kemanusiaan yang menangani pengungsi United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) masih melakukan negosiasi dengan Pemerintah setempat untuk penanganan lanjutan terhadap penempatan 81 pengungsi etnis Rohingya. ANTARA/Irwansyah Putra
Matheou mengatakan adanya aturan yang membatasi ruang gerak para etnis Rohingya, kurangnya kesempatan kerja dan perawatan kesehatan akan menghalangi orang-orang dalam jumlah besar untuk memilih berlindung ke pulau Bhasan Char.
Matheou, yang berkunjung ke Bhasan Char pada Selasa, 23 November 2021, mengatakan bahwa tempat itu dirancang dengan baik dan terorganisir dalam hal perumahan. Ada pula akses air bersih di sana, tetapi layanan kesehatan terlalu minim untuk melayani pengungsi yang banyak. Di sana, juga tidak ada sistem rujukan yang bagus agar para pengungsi bisa aman saat mau ke daratan.
Hasil dialog dengan para pengungsi Rohingya, Matheou menemukan masalah utamanya adalah para pengungsi itu tidak bisa bolak-balik ke daratan dengan leluasa untuk menengok keluarga mereka.
“Ini hal yang sulit dan benar-benar membuat orang kesal. Jadi, masalah itu bisa menjadi penghalang bagi para pengungsi Rohingya untuk tinggal di sini (Bhasan Char) secara sukarela. Saya pikir itu akan merusak keberhasilan proyek jika tidak ditangani,” katanya.
Dia mengatakan pihak berwenang, yang berencana untuk memindahkan 81 ribu pengungsi lainnya ke pulau itu, sedang menjajaki untuk mengizinkan para pengungsi Rohingya melakukan perjalanan ke daratan untuk durasi perjalanan yang ditentukan.
Otoritas Bangladesh tidak memberikan komentar perihal ini.
Pengungsi Rohingya menyebut Pulau Bhasan Char dan area lain tempat mereka mengungsi, rawan banjir. Mereka pun menginginkan adanya kebebasan bergerak.
Kondisi pengungsian yang buruk, telah membuat puluhan pengungsi Rohingya tewas dalam beberapa bulan terakhir saat mencoba melarikan diri dengan perahu reyot.
Sebuah dokumen yang bocor menyebut PBB pada Oktober lalu sudah setuju untuk mulai misi di pulau itu dalam sebuah perjanjian yang tidak menjamin adanya pergerakan bebas.
Seorang pejabat di Bhasan Char, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa otoritas sedang bersiap untuk mengirim sekitar 1.500 hingga 2 ribu pengungsi Rohingya pada Kamis, 25 November 2021.
Mohammed Arman, seorang pengungsi yang tinggal di pulau itu, mengatakan para pengungsi Rohingya tidak mau datang ke sana karena adanya pembatasan pergerakan.
Human Rights Watch mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Selasa, 23 November 2021, bahwa otoritas di kamp pengungsian dan badan keamanan pemerintah memaksa pengungsi untuk pindah, termasuk dengan menyita dokumen identitas mereka.
Ada lebih dari satu juta pengungsi Rohingya tinggal di Bangladesh setelah melarikan diri dari Myanmar, sebagian besar pindah ke sama pada 2017 setelah tindakan keras militer. Diantara intimidasi yang mereka alami adalah pembunuhan massal dan pemerkosaan berantai.
Myanmar membantah telah terjadi genosida pada etnis Rohingya. Myanmar mengatakan melakukan kampanye yang sah terhadap gerilyawan yang menyerang pos polisi.
Afifa Rizkia Amani | Reuters
Baca juga: Uni Emirat Arab dan Israel Kerja Sama Bangun Kapal Nirawak Anti-kapal Selam
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.