TEMPO.CO, Jakarta - Komuter di ibu kota Pantai Gading, Abidjan, beralih ke jalur air untuk menghindari kemacetan lalu lintas. Dengan armada kapal yang terus bertambah, angkutan umum ini menawarkan perjalanan yang lebih cepat dan murah melintasi laguna.
Pemerintah Abidjan memperkirakan bahwa penduduk Abidjan menghabiskan waktu sekitar tiga jam sehari untuk perjalanan dalam kota akibat jalan yang macet dan tidak terawat.
Karena hampir setiap lingkungan di kota berpenduduk lima juta ini berada di atas air, akhirnya muncul alternatif transportasi umum yang menarik.
Peta Abidjan, Pantai Gading
Pemerintah meliberalisasi transportasi di laguna pada 2016 untuk menarik lebih banyak operator kapal swasta, dan berencana membangun stasiun air modern di setiap distrik kota, kata Aristide Gahie, direktur perencanaan di otoritas mobilitas perkotaan Abidjan.
"Ada gerakan nyata yang sedang berlangsung di laguna dan negara bagian sedang berupaya untuk memiliki kapal yang lebih aman bagi penduduk," kata Gahie seperti dikutip Reuters, Sabtu, 20 November 2021.
Saat ini sekitar 100.000 orang setiap hari bepergian dengan angkutan air di Abidjan, hampir setengahnya menggunakan perahu tradisional. Pemerintah berharap bisa meningkatkan jumlah penumpang menjadi 300.000 orang per hari dalam lima tahun ke depan dan memiliki 200 kapal modern, naik dari sekitar 50 sekarang, katanya.
Untuk memanfaatkan pasar potensial ini, perusahaan Aqualines dan mitranya di Afrika Selatan, Nautique, telah mendatangkan bus air yang dapat mengangkut lebih dari 200 penumpang.
Perjalanan dari distrik Yopougon ke pusat kota menghabiskan biaya 300 franc CFA (sekitar Rp7.500) dan memakan waktu 10 menit dengan salah satu perahu Aqualines, dibandingkan dengan perjalanan satu jam melalui jalan darat dengan ongkos dua kali lipat.
Perusahaan berencana menambah armadanya untuk melayani 100.000 penumpang per hari dalam dua sampai lima tahun ke depan, dibandingkan dengan sekitar 12.000 penumpang sekarang, kata Marie-Laure Ehui, manajer pemasaran di Aqualines.
"Masyarakat perlu diyakinkan. Kami berada di Afrika dan ketika datang ke air orang enggan. Tapi jika kami menjamin keamanan dan kenyamanan mereka, mereka akan datang," katanya.
Christelle Ahui, staf penjualan di sebuah perusahaan lokal, biasa bangun antara pukul 4:00 dan 05:00 agar tepat waktu untuk bekerja. Sekarang dia bangun jam 6:00 pagi dan sampai di kantor tepat waktu dengan naik bus air.
"Dengan kapal lebih cepat dan menghindari kemacetan. Saya juga punya asma dan tidak tahan panas. Makanya saya memilih bus air," kata Ahui kepada Reuters.