TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat yang meninggal 11 November 2004 mendominasi lanskap politik Palestina selama lima dekade dan meninggalkan sejumlah reputasi.
Laman biography.com menulis Yasser Arafat lahir di Kairo, Mesir, pada 1929. Ia dikirim untuk tinggal bersama paman dari pihak ibunya di Yerusalem ketika ibunya meninggal pada 1933. Setelah menghabiskan empat tahun di Yerusalem, Arafat kembali ke Kairo bersama ayahnya. Di Kairo, saat masih remaja, Arafat mulai menyelundupkan senjata ke Palestina untuk digunakan melawan orang-orang Yahudi dan Inggris.
Arafat meninggalkan Universitas Faud I (kini Universitas Kairo) untuk berperang melawan orang-orang Yahudi selama Perang Arab-Israel 1948, yang mengakibatkan berdirinya negara Israel ketika orang-orang Yahudi menang.
Menurut theguardian.com, warisan Arafat yang akan terus dikenang adalah memimpin orang-orang Palestina keluar dari kehancuran materi, politik dan moral dari Nakba 1948, bencana yang menyebabkan lebih dari 700 ribu orang Palestina kehilangan rumah mereka di tempat yang kemudian menjadi wilayah Israel. Pendukung Arafat akan mengklaim bahwa tanpa perjuangan bersenjata, masalah Palestina tidak akan lebih dari masalah pengungsian.
Setelah kematian Arafat, penggantinya Mahmoud Abbas berusaha menjauhkan diri dari cara-cara ini. Sebagai kawan dan rekan lama Arafat, Abbas mewarisi banyak legitimasinya dari tahun-tahun perjuangan bersama dan dedikasi mereka untuk tujuan itu. Tapi dia mengambil pendekatan yang berbeda. Upaya pembangunan negara dan komitmen teguh terhadap negosiasi dan diplomasi telah menggantikan etos revolusioner Arafat.
Pada 1958, Arafat dan beberapa rekannya mendirikan Al-Fatah, sebuah jaringan bawah tanah yang menganjurkan perlawanan bersenjata terhadap Israel. Pada pertengahan 1960-an, kelompok itu vakum sehingga Arafat meninggalkan Kuwait, menjadi revolusioner penuh waktu dan melancarkan serangan ke Israel.
Arafat mendirikan PLO pada 1964, sebuah organisasi yang menyatukan sejumlah kelompok yang memperjuangkan negara Palestina yang merdeka. Tiga tahun kemudian, Perang Enam Hari meletus, dengan Israel sekali lagi diadu dengan negara-negara Arab. Perang dimenangkan Israel, dan setelahnya Fatah Arafat menguasai PLO ketika ia menjadi ketua komite eksekutif PLO pada 1969.