TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahaan Prancis Florence Parly pada Minggu, 19 September 2021 tiba di Mali untuk memberikan tekanan pada pemerintahan Junta di sana. Prancis ingin Mali mengakhiri rencana membawa tentara bayaran Rusia ke Mali dan berjanji mengembalikan Mali ke konstitusi.
Kedatangan Parly ke Mali telah menjadi kunjungan pejabat tinggi Prancis yang dilakukan sejak isu Wagner Group merebak. Sumber di Kementerian Pertahanan Prancis mengatakan kunjungan Parly ini untuk menegaskan konsekuensi jika Mali memutuskan mengunci kesepakatan dengan Wagner Group.
Tentara Prancis saat melakukan operasi militer di Mali. Sumber: Reuters
Sumber diplomatik dan keamanan mengatakan Mali yang sekarang dipimpin oleh militer sedang berusaha mencari kata kesepakatan dengan perusahaan asal Rusia, Russian Wagner Group, untuk merekrut tentara bayaran. Namun Prancis telah melakukan upaya diplomatik untuk menggagalkannya dengan mengatakan rencana seperti itu tidak sesuai, mengingat adanya kehadiran Prancis di Mali.
Lembaga ECOWAS dan sekutu-sekutu Mali lainnya, juga mengutarakan kekhawatiran terhadap kesepakatan itu. Sejumlah negara di Afrika Barat sedang berusaha memberantas militan di kawasan Sahel.
Menjawab kekhawatiran tersebut, Pemerintah Junta di Mali mengatakan Prancis sudah mulai mengurangi operasinya yang sudah berlangsung selama satu dekade dalam melawan pemberontakan oleh kelompok jaringan al-Qaeda dan Islamic State (ISIS) di kawasan. Mali dikuasai oleh militer sejak Angkatan Bersenjata negara itu mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2020.
Sebelumnya pada Minggu, 19 September 2021, Kementerian Luar Negeri Mali mengutarakan keberatan dari negara tetangganya, Niger, terkait prospek kesepakatan dengan Wagner Group, yang tidak bisa diterima, tidak ramah dan merendahkan.
Baca juga: Hukum Pelaku Kudeta, ECOWAS Jatuhkan Sanksi ke Junta Militer Guinea dan Mali
Sumber: Reuters