TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Bayangan Myanmar, National Unity Government (NUG), kembali menegaskan komitmennya soal Rohingya. Hal itu menyusul pernyataan mereka di awal Juni yang mengajak Rohingya untuk bergabung dengan NUG dan Tentara Pembebasan Rakyat untuk memulihkan demokrasi di Myanmar.
Dalam wawancara dengan Tempo.co dan Majalah Tempo Senin pekan lalu, mereka mengatakan bakal ada konstitusi baru yang menjamin kewarganegaraa komunitas seperti Rohingya. Namun, kata mereka, krisis di Myanmar perlu tertangani dulu.
"Kami berkomitmen untuk hak kewarganegaraan siapapun. Kami akan menghormati, mempromosikan, dan melindungi hak siapapun, baik warga pribumi ataupun yang bukan," ujar Menteri Kerjasama Internasional NUG, Dr. Sasa, Senin, 7 Juni 2021.
Dr. Sasa melanjutkan, komitmen itu sudah ditegaskan dalam poin-poin pendirian NUG bahwa kewarganegaraan adalah salah satu hal yang akan mereka perbaiki. Mereka mengakui bahwa Hukum Kewarganegaraan tahun 1982 bersifat tidak adil selama ini terhadap suku anak dalam ataupun minoritas seperti Rohingya.
Puluhan warga Rohingya berada diatas kapal saat akan dipindahkan ke pulau Bhasan Char dekat Chattogram, Bangladesh, 29 Desember 2020. Bangladesh meyakinkan hanya mengirimkan orang-orang yang mau direlokasi, kendati relokasi diperlukan untuk mengurangi kepadatan di kamp-kamp pengungsian yang dihuni oleh lebih dari satu juta etnis Rohingya. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain
Untuk melengkapi upaya perubahan itu, Dr. Sasa mengatakan NUG bakal bekerjasama dengan ICJ (Mahkamah Internasional) dan ICC (Mahkamah Pidana Internasional). Kerjasama tersebut untuk memastikan mereka yang terlibat dalam pembantaian Rohingya di tahun 2017 diadili atas kejahatan kemanusiaan.
"Hal itu penting. Harus ada keadilan dan akuntabilitas untuk warga Rohingya," ujar Dr. Sasa yang berjanji perubahan akan berlaku menyeluruh mulai dari repatriasi, kewarganegaraan, keadilan, dangan tanda kependudukan.
"Saya adalah orang pertama (di NUG) yang mengaku saudara-saudara kami di Rohingya. Mereka bisa mengandalkan kami dan kami memiliki komitmen perihal Ham, keadilan, kemerdekaan untuk seluruh warga Myanmar," ujarnya.
Ditanyai apakah sudah ada representasi Rohingya di NUG, Dr.Sasa mengatakan hal itu masih dalam proses. Ia mengatakan hal itu akan berlangsung bertahap dengan melibatkan Dewan Konsultasi Muslim yang dibentuk NUG beberapa pekan lalu.
Sosok Min Aung Hlaing kembali disorot bersamaan dengan dugaan penindasan yang dilakukan militer terhadap Muslim Rohingya pada 2017. Penyelidik PBB mengatakan operasi militer Myanmar termasuk pembunuhan massal, pemerkosaan geng dan pembakaran yang meluas dan dilakukan dengan niat genosida. REUTERS/Ann Wang
"Kami ingin melibatkan berbagai elemen dalam pemerintahan ini, namun perlu diingat NUG bersifat sementara, interim. Ini adalah pemerintahan yang lahir dari revolusi. Kami tidak bisa menyebut pemerintahan ini permanen," ujar Dr. Sasa menambahkan.
Sebagai catatan, di Myanmar, Rohingya kerap dianggap sebagai penyelundup dari Bangladesh. Anggapan itu bertahan bertahun-tahun, menyebabkan komunitas Rohingya dianggap ilegal dan tidak mendapatkan hak maupun akses ke layanan-layanan masyarakat.
Tahun 2017, Rohingya menjadi sasaran pembantaian oleh Militer Myanmar, pihak yang sama yang melakukan kudeta pada 1 Februari lalu. Ribuan warga Rohingya tewas dalam peristiwa tersebut, menyebabkan banyak dari mereka kabur ke berbagai negara. Salah satunya adalah Bangladesh.
Total, kurang lebih ada 740 ribu warga Rohinga yang terusir dari Myanmar akibat aksi junta yang disebut PBB sebagai "pembersihan etnis". Junta, seperti sekarang, mengklaim tindakan mereka sah saat itu, berdasar pada indikasi bahwa Rohingya lebih dulu menyerang Kepolisian.
Baca juga: Pemerintah Bayangan Myanmar Minta Rohingya Ikut Bertarung Melawan Junta
ISTMAN MP