TEMPO.CO, Jakarta - Militer Junta di Myanmar membebaskan ratusan demonstran yang ditahan dalam serangkaian unjuk rasa yang berakhir dengan kekerasan. Belum ada pernyataan resmi dari otoritas soal berapa banyak tahanan persisnya yang dibebaskan.
“Semua yang dibebaskan adalah mereka yang ditahan karena melakukan unjuk rasa dan yang keluar malam karena ingin membeli sesuatu,” kata sumber di sebuah lembaga advokasi di Myanmar. Sumber itu menyebut, ada 15 bus yang tampak meninggalkan penjara Insein di Kota Yangon pada Rabu pagi, 24 Maret 2021.
Polisi anti huru hara menahan seorang pendemo saat protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 19 Maret 2021. REUTERS/Stringer
Baca juga: Kondisi Myanmar Makin Memprihatinkan
Sedangkan kelompok Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan setidaknya ada 2 ribu orang yang ditahan dalam upaya memprotes kudeta militer 1 Februari 2021 oleh militer Myanmar.
Pada Rabu, 24 Maret 2021, banyak aktivitas bisnis di Yangon masih tutup dan hanya sedikit kendaraan yang terlihat di jalanan kota terbesar di Myanmar tersebut. Kesunyian itu dampak dari seruan oleh aktivis pro-demokrasi yang meminta dilakukan gerakan bungkam.
“Tidak keluar rumah, tidak berbelanja, tidak bekerja. Semuanya tutup. Namun ini hanya untuk satu hari,” kata Nobel Aung, aktivis.
Seorang guru di distrik Kyauktada mengatakan jalanan tampak seperti padang pasir karena tidak banyak orang yang keluar rumah. Hanya tukang pengirim air yang tampak.
Gerakan bungkam dilakukan sehari setelah seorang perempuan, 7 tahun, di Mandalay meninggal karena luka tembak. Perempuan itu adalah demonstran termuda yang meninggal dalam serangkaian unjuk rasa yang total telah menewaskan 275 orang.
Anak perempuan itu meninggal setelah tentara Myanmar mencoba menembak ayahnya. Tentara lalu memukul anak tersebut karena sedang duduk di pangkuan ayahnya. Ada dua laki-laki lainnya tewas di distrik Mandalay.
Sumber: Reuters