TEMPO.CO, Jakarta - Junta militer mau membuat undang-undang siber yang akan membatasi akses internet dan menguatkan sensor ketika protes kudeta militer semakin membesar di seluruh Myanmar.
Draf 36 halaman yang menguraikan undang-undang yang diusulkan diberikan kepada operator seluler dan pemegang lisensi telekomunikasi untuk dikomentari pada Selasa, seminggu setelah tentara menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi, kata kelompok masyarakat sipil.
Juru bicara pemerintah junta militer dan kementerian telekomunikasi tidak berkomentar terkait draf rancangan undang-undang siber.
Dikutip dari Reuters, 12 Februari 2021, RUU yang diusulkan akan memberikan kekuatan sensor yang belum pernah terjadi sebelumnya dan melanggar privasi, melanggar norma-norma demokrasi dan hak-hak dasar, kata Koalisi Internet Asia, yang anggotanya termasuk Apple, Facebook, Google dan Amazon.
"Ini secara signifikan akan merusak kebebasan berekspresi dan merupakan langkah mundur setelah kemajuan bertahun-tahun," kata kelompok itu.
"Kami mendesak para pemimpin militer untuk mempertimbangkan konsekuensi yang berpotensi menghancurkan dari undang-undang yang diusulkan ini terhadap rakyat dan ekonomi Myanmar."
Warga Myanmar di Thailand menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Myanmar di Bangkok pasca kudeta militer Myanmar, pada 1 Februari 2021. Mereka membawa potret Jenderal Min Aung Hlaing yang dicoret dengan tulisan "Memalukan, Diktator. Kami Tidak Akan Memaafkanmu". REUTERS/Athit Perawongmetha
Salinan RUU yang diusulkan, ditinjau oleh Reuters, mengatakan tujuannya termasuk melindungi publik dan mencegah kejahatan dan penggunaan teknologi elektronik untuk merugikan negara atau stabilitasnya.
Undang-undang akan memaksa penyedia internet mencegah atau menghapus konten yang dianggap "menyebabkan kebencian, menghancurkan persatuan dan ketenangan, sampai berita atau rumor yang dianggap tidak benar atau tidak sesuai dengan budaya Myanmar, seperti pornografi."
"Kami mengetahui rancangan undang-undang keamanan siber dan sedang dalam proses meninjaunya," kata Cathrine Stang Lund, juru bicara operator seluler Telenor.
Baca juga: Junta Militer Myanmar Tangkap Lagi Pejabat-pejabat Aung San Suu Kyi
"Apa yang disebut RUU itu mencakup klausul yang melanggar hak asasi manusia, termasuk hak atas kebebasan berekspresi, perlindungan data dan privasi, serta prinsip demokrasi dan hak asasi manusia lainnya," kata 150 lebih organisasi masyarakat sipil Myanmar mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Beberapa hari setelah merebut kekuasaan, penguasa militer melarang Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya di mana para pengkritiknya telah menyuarakan oposisi. Junta memblokir Internet selama sehari, tetapi itu tidak menghentikan protes anti-kudeta di seluruh negeri.
Myanmar adalah salah satu negara paling terisolasi di dunia di bawah kekuasaan militer dari tahun 1962 hingga 2011, ketika pemerintah semi-sipil memulai liberalisasi.
REUTERS