TEMPO.CO, Jakarta - Josep Borrell, diplomat senior di Uni Eropa pada Selasa, 9 Februari 2021, memperingatkan Moskow bisa menghadapi sanksi baru terkait penahanan Alexei Navalny, politikus oposisi Rusia yang suka mengkritik Kremlin. Borrell menggambarkan pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin tidak berbelas kasihan, otoriter dan takut dengan demokrasi.
“Pemerintah Rusia sedang jatuh ke sebuah kekhawatiran rute otoriter,” kata Borrell, yang memohon agar Navalny dibebaskan.
Borrell sebelumnya pada Jumat lalu, 5 Februari, telah mengunjungi Moskow. Dia mengatakan untuk menegaskan lewat kunjungan itu firasatnya semakin menguat bahwa Rusia ingin melarikan diri dari Eropa dan memecah-belah Barat. Ucapan Borrell itu bisa disebut kritikan paling tajam Uni Eropa terhadap Moskow sejak Negara Beruang Merah menganeksasi Krimea dari Ukraina.
“Tampaknya hampir tidak ada ruang bagi perkembangan alternative demokrasi. Mereka itu tanpa ampun dalam menahan upaya seperti itu,” kata Borrell dihadapan anggota parlemen Eropa. Borrell sangat yakin Kremlin telah melihat demokrasi sebagai ancaman eksistensial.
Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri malam misa Natal Ortodoks di Gereja Saint Nikolai di Pulau Lipno di delta Sungai Msta di luar Veliky Novgorod, Rusia 6 Januari 2021. Sputnik/Mikhail Klimentyev/Kremlin via REUTERS
Baca juga: Inggris, Amerika, dan Uni Eropa Gelar Rapat Soal Kasus Alexei Navalny
Menurut Vladimir Dzhabarov, Wakil Kepala komite Rusia bidang luar negeri, pernyataan Borrell harus dianggap emosi di tengah krisis ekonomi dan pandemi Covid-19 di Eropa.
“Untuk sejumlah alasan, Uni Eropa berfikir bisa mencampuri urusan dalam negeri kami,” kata Dzhabarov.
Sebelum isu Navalny terjadi, dia mengatakan Rusia terbiasa hidup di bawah sanksi. Eropa mungkin saja tertarik bekerja sama dengan Rusia dalam mengatasi krisis ekonomi yang sedang terjadi disana.
Sumber: Reuters