TEMPO.CO, Jakarta - Demonstrasi pendukung kerajaan Thailand dan anti-pemerintah saling berhadapan di Bangkok pada Rabu, 21 Oktober 2020.
Ini terjadi saat demonstrasi meminta pengunduran diri PM Prayuth Chan-o-cha dan reformasi monarki semakin meningkat.
Ribuan warga berkumpul di Monumen Kemenangan atau Victory Monument di Bangkok pusat untuk menggelar unjuk rasa menolak larangan pertemuan politik lebih dari empat orang.
Pemerintah mengeluarkan larangan ini pada Kamis pekan lalu untuk mengakhiri gelombang demonstrasi selama tiga bulan terakhir.
“Kami menang hari ini,” kata pengunjuk rasa pendukung kerajaan Thailand, yang berdemonstrasi di Universitas Ramkhamhaeng seperti dilansir Channel News Asia pada Rabu, 21 Oktober 2020.
Mereke berdemonstrasi di lokasi kampus, yang juga sedang menjadi lokasi aksi demonstrasi mahasiswa.
Pendukung kerajaan, yang berbaju kuning, maju mendekati kelompok mahasiswa sehingga kedua kelompok saling berteriak satu sama lain.
Sejumlah orang melempar botol air mineral dan benda keras sebelum kelompok mahasiswa mundur dan polisi mencoba menengahi.
Mayoritas demonstrasi di Thailand berlangsung damai selain insiden pada pekan lalu saat polisi anti-huru hara menggunakan tameng dan tongkat berhadapan dengan demonstran sambil menyemprotkan air dari water cannon.
Juru bicara polisi Yingyos Thepjumnong mengatakan semua grup akan diperlakukan sama.
“Kami siap menghadapi kejutan besar setiap hari. Kami perlu menyeimbangkan penegakan hukum dengan kondisi damai dan aman siapapun yang berkumpul,” kata Thepjumnong.
Demonstrasi yang dipimpin mahasiswa dan pemuda meminta PM Prayuth Chan-o-cha mundur dan pembentukan konstitusi baru. Mereka juga meminta pengurangan peran kerajaan dalam jalannya pemerintahan Thailand.
Sebaliknya, para pendukung kerajaan meminta demonstran mahasiswa agar tidak mengubah peran kerajaan dan Raja Maha Vajiralongkorn, yang sudah berlangsung selama ini.
Sumber
https://www.channelnewsasia.com/news/asia/thailand-royalists-rally-counter-surging-protests-13329446