TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Thailand melarang kegiatan demonstrasi masyarakat seiring penangkapan tiga pemimpin aksi protes pada Kamis, 15 Oktober 2020.
Larangan ini muncul menjelang eskalasi demonstrasi, yang menarget Raja Maha Vajiralongkorn dan Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha, yang merupakan bekas pemimpin junta.
“Situasi saat ini mirip seperti situasi kudeta,” kata Tattep Ruangprapraikitseree, salah satu pemimpin protes yang masih bebas seperti dilansir Reuters pada Kamis, 15 Oktober 2020.
Dalam waktu 30 menit setelah perintah darurat keluar, yang menggunakan alasan demonstrasi mengganggu rombongan mobil kerajaan beberapa hari lalu, polisi anti-huru hara mengusir sejumlah pemrotes yang membuat kamp di luar kantor PM Prayuth. Para pemrotes ini mendesak pencopotan Prayuth dan pembentukan konstitusi.
Polisi menangkap sekitar 20 orang yang berkemah di sini. Dua orang diantaranya adalah tokoh yang vokal mengritik monarki. Satu orang lainnya ditangkap belakangan.
Aksi demonstrasi di Thailand telah berlangsung damai selama tiga bulan ini. Ini termasuk demonstrasi yang diikuti puluhan ribu orang pada Rabu.
Namun sempat terjadi insiden saat polisi mendorong demonstran yang mengejek rombongan kendaraan Ratu Suthida, yang melintas.
Larangan demonstrasi oleh pemerintah Thailand itu juga diikuti larangan pertemuan lebih dari lima orang atau lebih. Pemerintah juga melarang penerbitan berita atau informasi online yang bisa menimbulkan rasa takut atau berdampak pada keamanan nasional.
“Sangat penting untuk melakukan tindakan mengakhiri situasi ini secara efektif dan mempertahankan perdamaian serta ketertiban,” kata pemerintah Thailand dalam pernyataannya.
Sumber
https://www.reuters.com/article/us-thailand-protests/thailand-bans-protests-as-challenge-to-establishment-escalates-idUSKBN26Z37X