TEMPO.CO, Bangkok – Otoritas memanggil pimpinan universitas untuk meminta mereka menghentikan tuntutan mahasiswa Thailand soal reformasi kerajaan.
Seorang anggota Senat dari kubu militer mengatakan tuntutan mahasiswa itu bisa memicu terjadinya tindak kekerasan.
Saat ini, Thailand menghadapi protes harian sejak pertengahan Juli yang menuntut Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha mundur.
Dia adalah bekas pimpinan militer yang melakukan kudeta pada 2014 dan menjadi motor pengubahan konstitusi negara yang menguntungkan kelompok militer.
“Pengelola universitas harus membangun pemahaman dengan mahasiswa soal ini dan menghentikan tuntutan soal monarki,” kata Senator Somchai Sawangkarn seperti dilansir Reuters pada Ahad, 13 September 2020.
Sawangkarn mengatakan pemerintah provinsi telah mengirim surat kepada pimpinan kampus soal ini.
Ini terkait dengan rencana demonstrasi besar-besaran pada 19 September di Ibu Kota Bangkok dan sejumlah kota lain.
“Kami tidak mengatakan kepada gubernur untuk memblokir demonstrasi. Kami minta mereka membangun pemahaman dengan pimpinan kampus soal 10 tuntutan mahasiswa terkait kerajaan Thailand,” kata Sawangkarn.
Pimpinan mahasiswa, Panusaya “Rung” Sithijirawattanakul, 21, mengatakan itu adalah taktik putus asa dari pemerintah. Dia adalah pimpinan mahasiswa yang pertama kali membacakan 10 tuntutan itu.
“Mereka mencoba menggunakan taktik ini untuk menekan dan mengancam masyarakat,” kata Sithijirawattanakul. Dia pernah ditangkap bersama belasan aktivis mahasiswa Thailand dan dibebaskan dengan uang jaminan.
Sumber:
https://www.channelnewsasia.com/news/asia/thailand-university-students-monarchy-reform-govt-resign-13106916