TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah universitas di Cina memancing protes persis saat dimulainya tahun ajaran baru ketika menerbitkan aturan yang meminta mahasiswi tidak menggunakan pakaian yang terlalu terbuka (membuka aurat). Kampus beralasan, ini untuk meredam godaan.
“Jangan memakai baju atasan yang sangat terbuka atau rok (mini). Jangan memakai rok dengan potongan yang sangat pendek atau memperlihatkan bagian pinggang dan punggung agar tidak muncul godaan,” demikian bunyi aturan Universitas Guangxi, yang berlokasi di wilayah selatan Cina.
Ilustrasi pelecehan seksual. Therailmedia.com
Aturan soal berpakaian itu dicantumkan bersama 50 poin peraturan keamanan lainnya yang ditujukan kepada para mahasiswi semester pertama. Dituliskan pula bahwa perempuan bertanggung jawab atas pelecehan seksual atau bahkan serangan seksual yang dialaminya terkait pakaian yang dikenakannya.
Pihak universitas juga menyarankan mahasiswi agar sebaiknya tidak menggunakan sepatu hak tinggi dalam beberapa kondisi.
“Ini akan mengarah ke jalan yang salah. Bukankah seharusnya sekolah mengedukasi murid laki-laki untuk menghormati perempuan, apapun yang di pakai si perempuan tersebut atau apakah perempuan itu sendirian. Bukannya meminta para korban untuk mengevaluasi diri,” tulis salah seorang pengguna internet, mengomentari aturan Universitas Guangxi.
Tagar ‘Aturan Keselamatan Mahasiswi Universitas Guangxi’ dilihat sampai 200 juta kali di media sosial Weibo. Seorang user berkomentar buku panduan yang tampaknya untuk melindungi perempuan itu pada kenyataannya memperburuk stereotype gender yang mengasumsikan perempuan menjadi subjek pelecehan karena cara berpakaian mereka.