TEMPO.CO, Jakarta - Mantan penasihat keamanan nasional AS, John Bolton, mengungkapkan dalam bukunya bahwa jabatan dua periode Donald Trump akan menempatkan Israel dalam bahaya.
"Saya paparkan dalam buku betapa ingin dia (Trump) melakukan pertemuan dengan para pemimpin Iran, apakah (Presiden Hassan Rouhani) Rouhani atau (Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei) Khamenei, untuk berbicara tentang mendapatkan kesepakatan nuklir baru dengan Iran," kata Bolton dalam bukunya "The Room Where It Happened: A White House Memoir, dikutip dari Middle East Monitor, 5 Juli 2020.
Bolton mengatakan jabatan kedua Trump bisa bergesar seketika dan itu berisiko bagi Israel.
Bolton diwawancarai oleh media Israel Channel 13 dan berbicara tentang Trump dan Netanyahu. "Saya pikir dia (Trump) memiliki definisi sendiri tentang apa yang berarti kejujuran. Dia jelas memiliki versi fakta yang berbeda, mereka cenderung datang dan pergi sesuai kebutuhannya," ungkap Bolton.
"Saya merasa sangat frustasi. Saya pikir para pemimpin asing merasa sangat frustasi. Sangat bagus jika itu menguntungkan Anda, itu tidak terlalu bagus jika itu merugikan Anda. Saya lebih suka seseorang yang lebih membumi sebagai presiden, saya pikir itu cara teraman untuk Amerika."
13: • @giltamary >> https://t.co/tjMEguMnJI pic.twitter.com/GYrCRvTcSf
— 13 (@newsisrael13) July 2, 2020
Karena keinginan Trump untuk bertemu dengan Khamenei dan Rouhani, Bolton menjelaskan itu sama seperti Kim Jong-un dengan Trump dalam konteks Korea. "Saya khawatir bahwa, dalam masa jabatan kedua, Iran mungkin dapat melakukan hal yang sama dengan Trump," katanya.
Mengenai kesepakatan Trump tentang Kesepakatab Abad ini, proposal perdamaian Israel-Palestina ala Trump, Bolton mengatakan orang yang berpikir bisa membawa perdamaian ke Timur Tengah hanya dengan duduk diam, berarti dia tidak memahami seberapa dalam masalahnya.
Bolton menyatakan sedikit harapan bahwa Trump dan menantunya Jared Kushner akan dapat menyelesaikan konflik Israel-Palestina. "Itu tidak akan terjadi, terutama dalam empat bulan ke depan," kata Bolton.
Bolton juga mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah politisi sukses dibandingkan Donald Trump.
"Perdana Menteri Netanyahu adalah politisi yang sangat sukses. Saya memiliki hak istimewa untuk mengenalnya selama bertahun-tahun, saya pengagumnya. Antara lain, dia adalah ahli pemikiran strategis geopolitik," ujar Bolton, ketika ditanya apakah ada kesamaan antara Bibi, julukan Netanyahu, dengan Trump.
"Itu tidak ada bandingannya. Saya harus mengatakan saya hanya senang bahwa Israel ada di pihak AS," kata Bolton, dikutip dari Jerusalem Post.
Ketika ditanya apakah Trump harus mendukung rencana aneksasi sepihak, Bolton mengatakan, "Saya terkejut dia belum melakukannya."
Bolton menduga bahwa Trump dapat menarik dukungan untuk aneksasi Tepi Barat, tergantung pada kinerja jajak pendapatnya. Karena itu ia meminta Israel untuk mengumumkan langkah itu tanpa persetujuan AS.
Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjabat tangan setelah pidato Trump di Museum Israel di Yerusalem 23 Mei 2017. [REUTERS / Ronen Zvulun / File Foto]
Buku Bolton sebelumnya mengungkapkan bahwa Trump memberi Netanyahu lampu hijau untuk menyerang Iran, dan bahwa Netanyahu memiliki keraguan tentang menantu Trump, Jared Kushner, sebagai arsitek rencana perdamaian Timur Tengah.
Bolton menyatakan keraguan dalam kemampuan pemerintahan Trump untuk membangun segala bentuk perjanjian damai antara Israel dan Palestina.
Bolton, seorang pendukung perubahan rezim dan aksi militer terhadap Iran, mengatakan Israel seharusnya tidak mengandalkan dukungan Trump atau Biden jika menyerang Iran untuk menghentikan program nuklirnya.
"Bisa jadi, dari sudut pandangnya, tidak ada keputusan hari ini (pada aneksasi Tepi Barat) sebenarnya adalah hal yang baik karena itu memberinya lebih banyak waktu ketika kita semakin dekat dengan pemilu untuk membuat keputusan yang lebih baik berdasarkan di mana dia berdiri di tempat pemungutan suara, dan apa yang akan berpengaruh pada pemilihan umum," katanya.
"Jika pemerintah Israel memutuskan untuk melanjutkan aneksasi tanpa pernyataan oleh AS dengan satu atau lain cara, menurut saya cara Israel harus melakukannya tanpa restu AS," lanjut Bolton.
Sebelumnya pemerintahan Trump telah berusaha untuk menghentikan publikasi buku John Bolton, tetapi seorang hakim AS menolak untuk memblokir penerbitan buku itu dan mengatakan sudah terlambat untuk mengeluarkan perintah larangan penerbitan.