TEMPO.CO, Hong Kong – Polisi anti-huru hara Hong Kong berjaga di sejumlah jalan pada Kamis, 28 Mei 2020 terkait pembahasan undang-undang soal lagu kebangsaan Cina.
Undang-undang itu berisi ketentuan hukuman kriminal terhadap orang yang dinilai melecehkan lagu kebangsaan Cina.
“Undang-undang ini mengatur hukuman tiga tahun penjara atau denda finansial bagi orang-orang yang dianggap menghina lagu kebangsaan Cina,” begitu dilansir Reuters pada Kamis, 28 Mei 2020.
Debat memanas di Dewan Legislatif Hong Kong sempat membuat dua anggota parlemen pro-Demokrasi dikeluarkan dari ruang sidang, yang kemudian dihentikan sementara.
Pada Rabu, 27 Mei 2020, polisi Hong Kong menembakkan peluru merica dan menangkap 360 orang.
Ini terjadi setelah ribuan orang turun ke jalan mengecam undang-undang lagu kebangsaan itu dan satu undang-undang lain mengatur keamanan negara.
Ini membuat warga Hong Kong merasa khawatir kebebasannya akan semakin terkungkung oleh Cina.
Pada Rabu malam, para pengunjuk rasa pro-Demokrasi masih memenuhi sejumlah jalan dan meneriakkan slogan pro-Demokrasi.
Sebagian lainnya meneriakkan slogan Hong Kong merdeka dari Cina. “Ini satu-satunya cara,” kata sebagian mereka.
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengatakan Hong Kong tidak lagi memiliki kualifikasi berstatus otonomi khusus seperti diatur undang-undang AS.
Ini membuat Hong Kong tidak lagi layak mendapatkan perlakuan khusus dari AS, yang membuatnya tumbuh menjadi salah satu pusat finansial global.
“Upaya Cina untuk menerapkan legislasi baru merupakan salah satu aksi terbaru untuk melemahkan kebebasan dan otonomi fundamental Hong Kong,” kata Pompeo kepada Kongres.