TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pelaut Kanada yang menghabiskan tiga bulan di Samudra Antartika baru mengetahui dampak wabah virus corona (Covid-19) setelah dia berlabuh di pelabuhan Selandia Baru.
Seorang pensiunan dan petualang bernama Bill Norrie mengatakan dia tidak pernah mendengar ada wabah sebelumnya ketika dia berlabuh terakhir kali di Afrika Selatan dan berita pandemi hanya masuk melalui koneksi satelitnya.
Pelaut Kanada itu berlayar dengan yacht British Channel Cutter yang ia namakan Pixie, dan telah melewati lima tanjung selatan Samudra Antartika sejak meninggalkan Pulau Vancouver pada akhir Agustus 2019, menurut laporan Stuff.co.nz, 17 Mei 2020.
Norrie terakhir di tanah kering di Cape Town, Afrika Selatan, pada 11 Februari, di mana ia berhenti untuk perbaikan, tepat ketika pandemi virus corona mulai muncul sebagai masalah global.
Dia menerima pembaruan informasi di atas air melalui email dan telepon satelit dari istrinya seorang Kanada-Kiwi, Cathy, yang kembali ke rumah di kota Kanada, Calgary.
Perairan Samudra Antartika yang sepi adalah tempat di mana Norrie mulai sadar dunia telah berubah.
Norrie, 67 tahun, tiba di Pelabuhan Lyttelton Canterbury di Christchurch, Selandia Baru, pada Kamis malam setelah membereskan urusan Bea Cukai dan langsung menikmati steak ditemani beberapa bir dingin setelah tiga bulan di laut.
"Ini masih tidak nyata bagi saya karena saya hanya mendengar pesan teks dari istri saya tentang bagaimana semuanya terisolasi. Saya sangat berterima kasih kepada Selandia Baru, membiarkan saya masuk," katanya sembari bercanda kalau dirinya adalah orang paling aman di planet bumi karena berada di laut.
Pelaut Kanada, Bill Norrie, memperlihatkan bantal baru dan bantal yang sudah berjamur setelah menghabiskan tiga bulan terakhir berlayar di Samudra Selatan atau Samudra Antartika.[JOSEPH JOHNSON/STUFF]
Norrie, yang bekerja sebagai ahli anestesi di Calgary selama 42 tahun hingga pensiun pada bulan Juli, mengatakan Covid-19 tidak berpengaruh bagi minatnya berlayar dan bagi cintanya kepada istrinya, Cathy.
Norries berlayar di seluruh dunia mengikuti rute angin perdagangan pada tahun 2016, mengunjungi 22 negara di sepanjang jalur.
Pelabuhan Lyttelton hanyalah perhentian singkat bagi Norrie, yang diperkirakan akan pergi dalam dua minggu, begitu ia merampungkan setumpuk cucian, mengisi kembali persediaan makanannya, melakukan perbaikan, dan memperbaiki barang-barang elektroniknya. Selama tiga bulan terakhir, ia telah kehilangan berat badan hampir 20 kilogram.
Dia akan kembali melalui Polinesia Prancis, menjelajahi Samudra Pasifik, dan tiba di British Columbia, Kanada, pada bulan September.
"Saya memiliki kesempatan untuk menjalani kehidupan kedua di alam liar, tempat saya mengikuti jejak Kapten Cook dan Sir Francis Drake dan itu tidak jauh berbeda," katanya.
Norrie menikmati kesendiriannya di laut dan cukup mengisi hari-hari di laut. Dia telah membaca sekitar 68 buku, termasuk Moby Dick tiga kali.
"Anda sebenarnya cukup sibuk. Di darat, kami hidup hari demi hari, tetapi di laut Anda hidup malam demi malam yang berlangsung selamanya. Anda hanya perlu menunggu sampai matahari itu terbit," katanya.
Istri Norrie, yang ditemuinya di Dunedin pada tahun 1977, terus mengirim kabar tentang pandemi, tetapi sulit baginya untuk memahami dampak Covid-19 terhadap dunia.
Dalam sebuah email, Cathy Norrie mengatakan tidak ada cara mudah untuk berkomunikasi dengan suaminya, meskipun dia dapat mengirim pembaruan cuaca harian dan saran rute melalui pelacak.
Istri Norrie telah mengisolasi diri dari pandemi virus corona karena mendekati usia 70 karena memiliki komplikasi asma dan paru-paru.