TEMPO.CO, Jakarta - Kandidat petahana Ashraf Ghani dan kandidat oposisi saling klaim memenangkan pemilu Afganistan pada Selasa kemarin.
Abdullah Abdullah, saingan utaman Ghani menolak hasil pemilu dan bersumpah untuk membentuk pemerintahannya sendiri, berisiko memunculkan gejolak baru ketika Amerika Serikat berusaha untuk menutup kesepakatan penarikan pasukan AS dengan gerilyawan Taliban.
Pemungutan suara yang diadakan pada 28 September memilih presiden Afganistan untuk keempat kalinya sejak pasukan pimpinan AS menggulingkan pemerintah Taliban pada tahun 2001. Namun proses itu dirusak oleh tuduhan kecurangan, masalah teknis dengan perangkat biometrik yang digunakan untuk pemilihan, serangan dan penyimpangan lainnya.
Dikutip dari Reuters, 19 Februari 2020, Ghani memenangkan 50,64% suara, kata Komisi Pemilihan Independen (IEC) pada hari Selasa. Sementara Abdullah Abdullah, mantan wakil dan saingan utama Ghani, terpilih pada peringkat kedua dengan 39,52% suara.
Ashraf Ghani telah secara resmi dinyatakan sebagai pemenang pemilihan presiden Afghanistan, hampir lima bulan setelah pemilihan berlangsung pada 28 September tahun lalu, dikutip dari CNN.
Namun, Abdullah Abdullah mengatakan dia dan sekutunya telah memenangkan pemilihan dan akan membentuk pemerintah.
"Hasil yang mereka (IEC) umumkan hari ini adalah hasil dari perampokan pemilu, kudeta terhadap demokrasi, pengkhianatan kehendak rakyat, dan kami menganggapnya ilegal," katanya dalam konferensi pers setelah pengumuman.
Tidak ada pernyataan langsung dari Amerika Serikat yang mengakui Ghani sebagai pemenang pemilu.
Presiden Afganistan, Ashraf Ghani. Reuters
Di Washington, seorang diplomat senior AS mengatakan bahwa Perwakilan Khusus AS Zalmay Khalilzad, yang telah memimpin pembicaraan dengan Taliban mengenai perjanjian penarikan pasukan AS, "secara kebetulan" tiba di Kabul dan berbicara dengan para pemimpin politik Afganistan.
Molly Phee, yang merupakan wakil Khalilzad, mengatakan pada sebuah acara di lembaga think tang U.S. Institute of Peace, bahwa perselisihan Ghani-Abdullah kemungkinan dapat menambah banyak tantangan yang dihadapi Afganistan, termasuk tantangan yang terkait dengan proses perdamaian.
IEC mengumumkan hasil awal pada bulan Desember di mana Ghani, mantan pejabat Bank Dunia, memenangkan pemilihan ulang dengan selisih tipis. Abdullah Abdullah menolak hasil itu sebagai penipuan dan meminta peninjauan penuh. Ghani menolak tuduhan itu.
Pemilu tahun ini mirip pemilu Afganistan 2014, ketika Ghani dan Abdullah Abdullah menuduh penipuan besar-besaran oleh pihak lain, memaksa Amerika Serikat untuk menengahi pengaturan pembagian kekuasaan yang menjadikan Ghani sebagai presiden dan Abdullah Abdullah sebagai kepala eksekutif.
Berita kemenangan Ghani datang tepat setelah AS mengumumkan rencana untuk mengurangi kekerasan di Afganistan. Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengatakan pada Kamis bahwa AS dan Taliban Afganistan telah menegosiasikan proposal untuk pengurangan tujuh hari dalam kekerasan. Pada hari Sabtu, Esper mengatakan AS belum sepenuhnya menentukan tanggal kapan periode implementasi perdamaian Afganistan akan dimulai.